Tanjungpinang (ANTARA) - Empat tahun lalu, isu soal pengelolaan retribusi parkir kapal yang belakangan ini dikenal sebagai jasa labuh jangkar sudah pernah hangat dibahas pihak esekutif dan legislatif Provinsi Kepulauan Riau.

Kala itu, Kepri dipimpin oleh Nurdin Basirun, yang baru sekitar setahun dilantik sebagai gubernur menggantikan HM Sani (almarhum). Pemprov dan DPRD Kepri sepakat untuk menarik retribusi parkir kapal sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah, yang sejak dimekarkan dari Riau tahun 2004 bergantung pada pajak kendaraan bermotor.

Tahun 2021, misalnya pendapatan dari sektor kelautan di Kepri hanya Rp2 miliar, sedangkan pajak kendaraan mencapai Rp1,1 triliun dari Rp3,8 triliun nilai APBD Kepri. Padahal Kepri yang memiliki 1.796 pulau, memiliki luas lautan 97 persen.

Pemprov Kepri pun sudah melakukan berbagai cara untuk mendapat kepastian hukum dalam pelaksanaan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberi kewenangan kepadanya untuk mengelola laut 0-12 mil.

Selain itu, berbagai upaya dilakukan agar berbagai lembaga yang berkompeten memberi dukungan retribusi labuh jangkar yang selama ini ditarik oleh Kementerian Perhubungan dan Badan Pengusahaan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas, beralih ke tangan Pemprov Kepri.

Upaya itu pun dibarengi dengan target pendapatan dari retribusi labuh jangkar ke dalam struktur APBD Kepri. Target retribusi mulai dari Rp80 miliar hingga Rp60 miliar tidak pernah tercapai karena Kementerian Perhubungan tetap menarik retribusi parkir kapal di perairan Kepri 0-12 mil.

Tahun 2021, Pemprov Kepri sempat menaruh harapan dapat meraup pendapatan dari retribusi labuh jangkar sebesar Rp200 miliar. Ini juga tidak tercapai.

"Pada Maret tahun 2021, kami melalui pihak ketiga sudah menarik sekitar Rp300 juta dari kapal-kapal yang parkir di kawasan peristirahatan. Baru sekali tarik, kemudian muncul surat dari Kemenhub," katanya.

Surat Kemenhub Nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan oleh Pemda itu menghentikan Pemprov Kepri menarik retribusi labuh jangkar. Surat itu menimbulkan polemik sehingga Gubernur Kepri Ansar Ahmad melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo.

Sejumlah anggota DPRD Kepri pun ikut bereaksi keras. Anggota Komisi II DPRD Kepri Onward Siahaan meminta KPK untuk mengusut permasalahan pengelolaan labuh jangkar itu karena menduga ada praktik KKN.

Terlepas dari konflik otonomi daerah dan hubungan pusat dengan daerah tersebut, Pemprov Kepri mundur selangkah dengan tidak memasukkan retribusi labuh jangkar kapal ke dalam struktur pendapatan asli daerah tahun 2022.

"Tahun 2022 kami tidak menargetkan lagi pendapatan dari labuh jangkar," kata Kepala Dinas Perhubungan Kepri, Junaidi.
Baca juga: Kemenhub pertimbangkan tinjau ulang biaya jasa kapal pandu dan tunda


Kado Istimewa

Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak, mengatakan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan menjelang akhir tahun 2021 memberi kado istimewa berupa surat yang menetapkan Pemprov Kepri sebagai pemerintah daerah yang berhak menarik retribusi jasa labuh jangkar kapal di perairan berjarak 0-12 mil.

Surat Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan B-207/DN.00.01/12/2021 tertanggal 20 Desember 2021, memberi hak kepada Pemprov Kepri untuk menarik retribusi jasa labuh jangkar di perairan antara 0-12 mil.

Surat yang diteken Menteri Moh Mahfud MD itu juga memerintahkan Kemenhub untuk menyerahkan kewenangan menarik retribusi parkir kapal kepada Pemprov Kepri berdasarkan pertimbangan hukum, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Surat itu ditujukan kepada Kemenhub, yang ditembuskan antara lain kepada Presiden RI.

"Ini tentu kabar baik untuk Pemprov Kepri yang sejak beberapa tahun lalu berjuang untuk menggarap pendapatan dari sektor labuh jangkar," kata Jumaga.

Menurut dia, Pemprov Kepri sudah melengkapi formil dan materiil sebagai pemda yang berhak menarik retribusi jasa labuh jangkar kapal. Karena itu, Pemprov Kepri pada tahun 2021 pernah menarik retribusi jasa labuh jangkar.

Pendapatan dari jasa labuh jangkar yang ditarik dari perusahaan perkapalan baru sekitar Rp300 juta, kemudian terhenti setelah Kementerian Perhubungan bersikeras tetap menarik retribusi jasa labuh jangkar tersebut.

"Saya rasa alasan yuridis Pemprov Kepri menarik retribusi labuh jangkar semakin kuat setelah Menkopolhukam mengeluarkan surat. Saya minta Pemprov Kepri segera menindaklanjutinya," ucap mantan pengacara itu.

Kepri membutuhkan sumber pendapatan baru, terutama dalam dari sektor kemaritiman. Pendapatan asli daerah Kepri yang terbesar selama ini bersumber dari pajak kendaraan bermotor sekitar Rp1 triliun dari Rp3,8 triliun. Padahal Kepri memikiki 96 persen lautan dan 4 persen daratan.

Penarikan retribusi jasa labuh jangkar diharapkan mampu menambah pendapatan daerah secara signifikan.

"Pemprov Kepri menargetkan pendapatan dari retribusi labuh jangkar sebesar Rp200 miliar per tahun. Kemungkinan target tersebut dapat ditingkatkan jika berjalan optimal," katanya.

Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Bismar Ariyanto berpendapat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau layak menarik retribusi jasa labuh jangkar kapal.

"Berbagai tahapan untuk memenuhi prosedur sudah dilakukan. Secara hukum berbagai pihak dari lembaga yang berkompeten menyatakan Pemprov Kepri yang berhak menarik retribusi labuh jangkar, bukan Kemenhub," kata Bismar, mantan Dekan FISIP Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Bismar, yang juga anggota tim penulis buku berjudul "Desentralisasi Fiskal", mengatakan, surat Menteri Politik, Hukum dan Keamanan yang menyatakan Pemprov Kepri berhak menarik retribusi jasa labuh jangkar sebaiknya ditindaklanjuti.

Pemprov Kepri sudah memiliki kekuatan hukum untuk melanjutkan kembali penarikan retribusi jasa labuh jangkar kapal baik melalui Badan Usaha Milik Daerah atau pun pihak swasta.

Pemprov Kepri melalui kerja sama dengan pihak ketiga pada Maret 2021 pernah menarik retribusi tersebut senilai Rp300 juta, kemudian terhenti setelah Kemenhub mengeluarkan surat yang sempat berpolemik.

"Dalam pemerintahan, selalu dominasi pusat di daerah cukup kuat. Kondisi ini yang membuat Pemprov Kepri menghentikan penarikan retribusi jasa labuh jangkar tersebut," ucapnya.

Kesepakatan
Berdasarkan Surat Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan B-207/DN.00.01/12/2021, penarikan retribusi dspat dilakukan Pemprov Kepri setelah diserahkan Kemenhub.

Tahapan yang harus dilalui yakni surat keputusan bersama.

Kepala Dinas Perhubungan Kepri Junaidi berharap kesepakatan bersama antara Pemprov Kepri dengan Kemenhub dilakukan dalam waktu dekat.

Diharapkan, persoalan ini segera mendapat jalan keluarnya.

Kepri memiliki lima "rest area" sebagai tempat parkir kapal, antara lain di Selat Durian, Pulau Nipah, Galang dan Tanjungberakit.

Sampai saat ini, Pemprov Kepri tidak memiliki data berapa banyak kapal yang parkir di kawasan peristirahatan tersebut, karena baru sekali menarik retribusi labuh jangkar.

Kementerian Perhubungan sebaiknya menyerahkan kewenangan pengelolaan jasa parkir kapal kepada Pemprov Kepri sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan keinginan Presiden Joko Widodo meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia, seperti Kepri yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.
Baca juga: Pelindo tiadakan denda pelayanan jasa pemanduan
Baca juga: Serikat pekerja Jasa Armada dukung integrasi pelabuhan

 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022