Jakarta (ANTARA) - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mendorong media sosial dijadikan wadah bagi seluruh anak bangsa dalam berkontribusi menyumbangkan pemikiran positif bagi kemajuan bangsa.

Ketua LDII Rulli Kuswahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu mengatakan media sosial sebagai ruang publik, kini berfungsi pula sebagai pusat informasi, edukasi, hiburan, hingga kontrol sosial.

Peran media massa, katanya, kini diimbangi oleh media sosial, bahkan sampai mengubah cara wartawan mencari informasi yang kemudian diolah menjadi berita.

“Persoalannya, media sosial sebagai ruang publik malah ramai dengan hal-hal yang tidak mendidik. Ini seperti memindahkan sinetron ke media sosial dan kita nikmati setiap hari dari ponsel kita,” ujar Rulli Kuswahyudi.

Oleh karena itu, LDII terus mendorong seluruh elemen masyarakat memanfaatkan ruang publik bernama media sosial itu dengan bijak.

Bila saat ini, katanya, media massa mencari informasi dan sensasi dari media sosial, pemerintah pun sebenarnya butuh masukan dari media sosial. "Sudah seharusnya masyarakat memanfaatkan media sosial sebagai pusat informasi yang mendidik," katanya.

Rulli menyayangkan konten media sosial makin sulit dipertanggungjawabkan. Sebagai ruang publik, konten media sosial masih banyak "sampah"-nya, ketimbang mengedukasi.

"Media massa dengan segala bias atau ketidaknetralannya, masih menggunakan metode verifikasi, check and rechec dan liputan dua sisi. Sementara media sosial, semua boleh bicara seolah-olah semuanya pakar,” ujarnya.

Persoalan utama, menurut Rulli, sebagai ruang publik, media sosial sangat demokratis sekaligus sangat liberal. Sementara pada sisi lain, pemerintah berupaya melakukan kontrol melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Di lain sisi ada pembatasan kebebasan berekspresi yang menurunkan kualitas demokrasi, namun di sisi lain bila tidak dikontrol akan membahayakan keutuhan bangsa," kata Rulli.

Rulli mengatakan kesadaran seluruh rakyat Indonesia dalam mengisi media sosial mereka dengan sikap kritis yang mengedukasi menjadi sangat penting.

"Namun jangan memaknai kritik tersebut sebagai kubu-kubuan, bermusuhan, berseberangan, dan oposan. Mereka yang netral dan kritis bila terus menerus dirundung atau di-bully, akhirnya bakal diam. Bila mereka diam, siapa yang rugi?" kata Rulli.

Pemerintah, katanya, memerlukan masukan dari masyarakat, tentunya yang objektif dan tidak selalu menyalahkan. Dengan demikian, pemerintah mendapat masukan yang jernih agar pembangunan untuk mewujudkan keadilan sosial tercapai.

Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022