Kalau kita lihat selama tahun 2021 ada sedikit pergeseran
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan hotspot terjadinya bencana alam dalam kurun lima tahun terakhir yakni periode 2016-2020 di Indonesia, mengalami pergeseran titik lokasi sejak memasuki bulan November 2021.

“Ini adalah historis frekuensi kejadian dalam lima tahun terakhir. Kalau kita lihat selama tahun 2021 ada sedikit pergeseran,” kata Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi pers bertajuk “Kebencanaan November dan Kesiapsiaagaan di Akhir Tahun 2021” yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Abdul menuturkan, terdapat tujuh kawasan yang menjadi hotspot dengan frekuensi kejadian bencana paling tinggi dalam lima tahun terakhir, yakni Sumatera seperti Aceh dan Sumatera Barat, Jawa meliputi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah serta Kalimantan Selatan dan Sulawesi selatan.

Dengan rincian, frekuensi bencana paling banyak ada di Jawa Tengah dengan 4.201 kejadian bencana. Di mana hampir sebesar 95 persen dari seluruh kejadian merupakan bencana hidrometerologi.

Namun memasuki bulan November tahun 2021, titik hotspot bergeser ke Jawa Barat dengan 651 kejadian bencana alam. Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Kalimantan.

Ia mengatakan bila melihat data dari tahun 2016-2020, konsentrasi bencana terfokus di Kalimantan Selatan sedangkan pada tahun 2021 dari bulan Januari hingga tanggal 1 Desember hotspot tersebut juga muncul di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

“Ini didominasi oleh kejadian banjir di empat kabupaten Kalimantan Barat, empat kabupaten Kalimantan Tengah. Jadi mulai ada pergeseran hotspot, ini mungkin dan juga di Jawa ini menjadi perhatian kami juga di BNPB,” kata dia.

Lebih lanjut dia menyebutkan dari 424 kejadian bencana di bulan November 2021, sebanyak 201 kejadian bencana di dominasi oleh banjir akibat dampak dari adanya La Nina.

“Meskipun tadi disampaikan belum sampai pada puncaknya, tapi pengaruh dari intensitas hujan itu sangat terasa pada dampak bencana yang ditimbulkan. 424 kejadian ini cukup signifikan di mana setengahnya banjir, disusul longsor dan cuaca ekstrem,” ujar dia.

Dalam kesempatan itu dia juga menyebutkan bila melihat data pada periode bulan yang sama baik saat bulan November 2020 dan November 2021, jumlah kejadian bencana naik sebesar 19,4 persen dari 335 kejadian pada tahun 2020 menjadi 424 kali kejadian di tahun 2020.

Untuk dampak korban jiwa juga mengalami kenaikan menjadi 33 korban meninggal dunia 2021 dibandingkan dengan periode di November 2020 yakni 19 jiwa.

Hanya rumah rusak akibat terdampak bencana yang mengalami penurunan cukup drastis, yakni dari 80,8 persen atau dari 5.841 rumah rusak pada tahun 2020 menjadi hanya sekitar 1.124 di tahun 2021.

“Demikian juga dengan korban luka-luka, mengungsi serta terdampak. Satu hal mungkin yang kita patut syukuri, perlu kita perkuat lagi jumlah infrastruktur khususnya pemukiman yang rusak menurun cukup drastis,” kata dia.
Baca juga: Kepala BNPB: Diperlukan pergeseran paradigma penanganan bencana
Baca juga: BNPB: Perencanaan yang tepat optimalkan penanggulangan bencana
Baca juga: Aparat lintas instansi tangani bencana pergerakan tanah di Kotabaru

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021