Jakarta (ANTARA) - Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) mendukung pemerintah dalam pengadaan tiga vaksin baru dalam program vaksinasi nasional, yakni vaksin PCV, HPV dan Rotavirus.

Ketua ITAGI, Sri Rezeki Hadinegoro dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX yang diikuti dari YouTube DPR RI di Jakarta, Senin, mengatakan tiga vaksin baru yang dimaksud adalah Pneumococcal conjugate vaccine (PCV), Human papillomavirus (HPV) dan Rotavirus.

"Kami bersyukur ketiga vaksin baru ini masuk dalam program vaksinasi nasional. ITAGI sesuai perannya adalah memberikan masukan kepada pemerintah," kata Sri Rezeki Hadinegoro.

Vaksin PCV, kata Sri, dapat mengendalikan bakteri pneumokokus yang dapat menimbulkan penyakit infeksi berat, seperti meningitis, pneumonia, dan infeksi darah atau sepsis. Vaksin HPV merupakan salah satu vaksin untuk mencegah kanker serviks, sedangkan vaksin Rotavirus untuk mencegah diare.

"PCV, HPV dan Rotavirus kan penyakitnya pneumonia radang paru, diare itu pada anak di bawah lima tahun sangat tinggi dan ini menyebabkan kematian yang sangat tinggi juga," katanya.

Baca juga: Kemenkes: Imunisasi PCV tanggulangi kematian balita akibat Pneumonia

Menurut Sri, kanker serviks juga merupakan kematian yang tinggi kedua setelah kanker payudara di Indonesia. "Sehingga ketiga penyakit itu memang urgensinya tinggi dan alhamdulillah bisa masuk dalam program vaksinasi nasional. Itu sebetulnya yang perlu digarisbawahi," katanya.

Sri mengatakan Indonesia perlu mempersiapkan anggaran untuk pembelian vaksin PCV, sebab belum ada produsen lokal yang mampu memproduksi vaksin tersebut di dalam negeri.

ITAGI merekomendasikan agar Kementerian Kesehatan RI dapat menjaga konsistensi pengadaan vaksin secara berkesinambungan. "Mengapa PCV itu belum ada produksi lokal, sehingga memakai impor, ini yang kita ingatkan bahwa keberlanjutannya ini harus kita perhatikan," katanya.

Keberlanjutan vaksinasi PCV juga membutuhkan alokasi dana yang cukup besar mengingat ada sekitar 25 juta anak di Indonesia yang perlu menerima tiga kali pemberian vaksin PCV. "Tetapi, kalau kita melihat kematian, tentunya tidak bisa dinilai," katanya.

Terkait vaksin Rotavirus, kata Sri, pengadaannya juga masih mengandalkan impor, sebab PT Bio Farma sedang melakukan penelitian dengan Fakultas Kedokteran UGM dan baru selesai pada akhir 2023.

"Sehingga, kalau kita mulai tahun depan, terus pakai vaksin impor. Ini juga masalah, impor lagi. Mungkin dua tahun ke depan kita masih memakai impor dari vaksin Rotavirus," katanya.

Kendala lain yang juga berpotensi terjadi dalam vaksinasi Rotavirus adalah perbedaan aturan pakai antara produk impor dan dalam negeri.

Baca juga: ASI eksklusif dan makanan bergizi bantu cegah pneumonia pada anak

Baca juga: Bolehkah vaksin PCV diberikan berbarengan vaksin lain?


"Karena jadwalnya agak sedikit berbeda. Kalau vaksin impor ini enam sampai delapan minggu awalnya, sedangkan produksi PT Bio Farma diberikan saat bayi baru lahir," katanya.

Sri memastikan bahan baku produksi vaksin Rotavirus Bio Farma halal, sebab diproduksi tanpa menggunakan kandungan hewan. "Bagusnya, Bio Farma membuat vaksin yang animal free, jadi betul-betul halal. Hal ini yang kita perlu dukung untuk pembuatan Rotavirus oleh Bio Farma," katanya.

Sri menambahkan pengadaan vaksin HPV juga perlu mewaspadai jumlah produksi yang sangat rendah di dunia. "Sehingga, kalau kita kemudian mau mengatur skala nasional harus hati-hati, harus bertahap. Tahapannya seperti apa, ini yang mungkin perlu diperhatikan," ujarnya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021