Jadi transisi energi perlu dirancang benar-benar dengan prioritas pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan sebanyak-banyaknya dan mengoptimalkan efisiensi energi
Jakarta (ANTARA) - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyarankan pemerintah menyiapkan peta jalan transisi batu bara seiring komitmen Indonesia untuk mempensiunkan dini PLTU bara dengan kapasitas 9,6 gigawatt sebelum tahun 2030.

"Pemerintah dan Dewan Energi Nasional harus mengakselerasi penyusunan peta jalan dan strategi transisi energi di Indonesia secara komprehensif," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin.

Fabby menjelaskan ketergantungan terhadap energi fosil tidak akan berakhir jika Indonesia tidak segera meningkatkan kapasitas energi terbarukan.

Menurutnya, fokus kebijakan ke depan bukan lagi batu bara sebagai pilihan pertama, melainkan energi terbarukan yang menjadi opsi utama di Indonesia.

"Jadi transisi energi perlu dirancang benar-benar dengan prioritas pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan sebanyak-banyaknya dan mengoptimalkan efisiensi energi," ujar Fabby.

IESR memandang pensiun dini PLTU batu bara merupakan langkah progresif untuk upaya dekarbonisasi sistem energi Indonesia, sehingga keterbukaan pemerintah Indonesia perlu diapresiasi terkait program transisi energi melalui pengurangan PLTU batu bara secara bertahap.

Namun, menurut hitungan IESR, untuk mengejar target Persetujuan Paris dan menahan kenaikan temperatur rata-rata global di bawah 1,5 celsius ada sekitar 10,5 gigawatt PLTU batu bara yang perlu dipensiunkan sebelum 2030.

“Masih ada selisih 1,2 gigawatt yang perlu dipensiunkan dan ini bisa ditargetkan mencakup PLTU di luar wilayah usaha PLN,” kata Manager Program Transformasi IESR Deon Arinaldo.

Dia mengungkapkan Indonesia setidaknya membutuhkan investasi energi terbarukan sebesar 20-25 miliar dolar AS per tahun hingga 2030.

Nilai investasi itu semakin meningkat setelahnya untuk pembiayaan phase out batu bara dan pengembangan energi terbarukan untuk mencapai bebas emisi pada 2050.

Namun, semakin cepat phase out PLTU batu bara akan dapat menghindarkan risiko kerugian finansial dari aset terdampak sektor PLTU batu bara yang mencapai 26 miliar dolar AS setelah 2040.

Dalam upaya mencari dukungan dana untuk kebutuhan penghentian PLTU batu bara secara bertahap, Indonesia bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia lantas meluncurkan program Mekanisme Transisi Energi atau ETM yang diharapkan bisa mengumpulkan 2,5 sampai 3,5 miliar dolar AS untuk menghentikan dua sampai tiga PLTU batu bara per negara.

"Keberadaan ETM yang akan menyediakan platform pembiayaan diharapkan mampu memberi kejelasan sumber dana untuk mempensiunkan PLTU dan mendorong masuknya aliran investasi yang lebih besar di energi terbarukan. Hal ini penting agar Indonesia dapat merencanakan transformasi sistem energinya dengan optimal," pungkas Deon.

Berdasarkan analisis dan kajian, IESR memproyeksikan energi terbarukan yang dilengkapi dengan baterai penyimpanan akan meningkat signifikan pada 2045.

Pangsa pasar baterai akan mencapai 52 persen dari total sistem penyimpanan diikuti oleh hidrogen sebesar 37 persen dan sistem penyimpanan lainnya sekitar 11 persen.

Pangsa permintaan listrik yang dicakup oleh penyimpanan energi meningkat secara signifikan dari sekitar 2 persen pada 2030, naik menjadi 29 persen pada 2045.

Sedangkan untuk pengguna utama penyimpanan baterai akan berasal dari sistem skala utilitas dan dalam skala yang lebih kecil dari kawasan komersial dan industri, serta sistem perumahan.

Baca juga: IESR luncurkan kajian peta potensi teknis energi terbarukan
Baca juga: IESR: Kebijakan pensiunkan PLTU batu bara untuk dukung dekarbonisasi
Baca juga: Percepat transisi energi RI, pemerintah cetuskan program FIRE

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021