Hukum tidak bisa dibangun tanpa ada manusia yang mendorong hukum untuk lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat Suhendra Asido meminta pemerintah memperbaiki sistem aturan kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Hal itu, kata dia, lebih baik daripada pemerintah ‎menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memoratorium Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

"Apalagi pembahasan revisi undang-undang dan naskah akademis sudah berjalan sejak lama," kata Asido melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Wacana untuk memoratorium kepailitan dan PKPU ini, kata Asido, salah satunya dimintakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) karena banyaknya perusahaan kesulitan keuangan (financial distress).

“Dari situ kemudian banyak permohonan masuk diajukan yang kemudian‎ berakhir dengan pailit dan pemberesan," katanya.

Karena perdamaian dalam PKPU tidak tercapai atau melalui permohonan kepailitan terjadi kepailitan maka ada kekhawatiran dari Apindo, tren ini akan terus terjadi sehingga kelangsungan perusahaan-perusahaan di Indonesia ini terancam.

Baca juga: Peradi Jakbar menggandeng perguruan tinggi tingkatkan kualitas advokat

Karena itu, Asido menilai pengajuan moratorium kurang tepat lantaran Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut lahir saat krisis moneter.

Selain itu, Asido menuturkan PKPU ini banyak digunakan oleh para pengusaha sebagai sarana "res‎tructuring" sehingga lolos atau terbantu keluar dari masa kesulitan karena adanya upaya PKPU.

Selanjutnya, Asido menjelaskan penegakan kode etik pengurus dan kurator, jika Apindo menemukan mereka tidak bekerja sesuai beleid yang berlaku.

Untuk melakukannya, sudah ada koridor seperti halnya organisasi profesi lainnya. Misalnya dokter melakukan dugaan malpraktik maka diajukan permohonan ke Dewan Kehormatan Kedokteran dan Notaris ke Dewan Kehormatan Notaris.

‎“Jangan karena mungkin ada dalam praktiknya kemudian tidak berjalan dengan baik, lantas yang salah jadi UU-nya, yang salah lembaga PKPU dan kepailitannya,” katanya.

Baca juga: Ketua DPC Peradi Jakarta Barat ingin Peradi jadi 'single bar advokat'

Karena itu, menurut Asido, sosialisasi tentang kode etik dan standar profesi pihak yang terlibat dalam permohonan kepailitan dan PKPU ini harus ‎dilakukan dan dimaksimalkan kepada para pengusaha agar mereka paham.

"Sehingga jika dalam perjalanannya, misalnya, profesi pengurus dan kurator ada yang tidak sesuai, saya sampaikan begitu, sebenarnya untuk menguji itu ada, dan itu bukan juga mengujinya ke polisi,” ungkap Asido yang juga sebagai Ketua Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Jakarta Barat itu.

Di lain pihak, kepailitan dan PKPU menjadi salah satu materi yang menarik perhatian bagi para peserta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang digelar DPC Peradi Jakbar bersama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM Jakarta.

Para peserta PKPA menyampaikan berbagai hal terkait contoh perkara hingga rencana pemerintah melakukan moratorium kepailitan dan PKPU tersebut.

Ketua Panitia PKPA DPC Peradi Jakbar-STIH IBLAM Jakarta, Aladin Sirait mengungkapkan, pendidikan advokat tersebut diikuti 62 peserta yang digelar sejak 18 September-10 Oktober 2021 dengan materi menyesuaikan kurikulum atau modul dari DPN Peradi di bawah Ketum Otto Hasibuan

Ketua Yayasan IBLAM, Rahmat Dwi Putranto menambahkan  kerja sama penyelenggaraan PKPA bersama DPC Peradi Jakbar ini merupakan angkatan III dengan menjaga kualitas demi penegakan hukum di masa mendatang.

"Hukum tidak bisa dibangun tanpa ada manusia yang mendorong hukum untuk lebih baik,” ujarnya.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021