Jakarta (ANTARA) - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, membawa optimisme pertumbuhan ekonomi nasional yang bersumber sektor kelautan dan perikanan. Aturan ini dinilai proporsional dan pro pada pelaku usaha perikanan kecil.

"Saya menyimak dari awal sampai akhir, ada sebuah optimisme yang besar sekaligus menjadi harapan kita bersama, harapan pemerintah, bahwa PP 85 memberi optimisme untuk diwujudkan. Ada yang menggembirakan juga, bahwa ada tarif Rp0 yang mengenai nelayan kecil," ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Prof. Ari Purbayanto dalam dialog interaktif Bincang Bahari KKP yang digelar hybrid, Kamis (16/9/2021).

PP 85/2021 diundangkan pada 19 Agustus 2021 dan mulai berlaku 30 hari setelahnya. Aturan ini merupakan turunan dari UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja dan wujud penyederhanaan dari kebijakan sebelumnya yaitu PP 75/2015. Di mana semula 4.936 ada tarif menjadi 1.671 tarif.

Pada PP 85/2021 jenis dan tarif atas jenis PNBP dikategorikan menjadi 18 jenis PNBP yang terdiri atas satu pemanfaatan SDA perikanan dan 17 jenis PNBP pelayanan yang dikelola oleh 7 unit Eselon I, yakni DJPT, DJPB, DJPRL, DJPDSPKP, DJPSDKP, BRSDM dan BKIPM.

Sesuai amanah PP 85/2021, ada perubahan formula pemungutan PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dari semula hanya penarikan pra produksi bertambah dengan penarikan pasca produksi dan penarikan dengan sistem kontrak. Kemudian ada perubahan penetapan Harga Patokan Ikan (HPI) dari semula ditetapkan Kementerian Perdagangan menjadi ditetapkan oleh KKP.

Hal lain yang baru dari aturan penarikan PNBP dalam PP 85/2021 tersebut, adanya pengenaan tarif sampai dengan Rp0 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) dengan persyaratan dan pertimbangan tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tarif Rp0 ditujukan pada pelaku utama perikanan berskala kecil, seperti nelayan, pembudidaya, petambak garam hingga pengolah hasil perikanan berskala kecil.

"PP ini sangat baik karena yang sebelumnya tidak ada ketidakpastian nilai pungutan. Sebenarnya pasti hanya nilai pungutan bisa di bawah estimasi atau justru di atas estimasi. Sebagai contoh, nelayan membayar PNBP padahal tidak mendapat hasil tangkapan yang sesuai. Begitu sebaliknya. Ini saya pikir menerapkan azas adil dan proporsional, apalagi nelayan kecil sudah dibebaskan tarif," papar Prof. Ari.

Keberadaan aturan PNBP KKP ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan kreativitas di tubuh kementerian sehingga jumlah penerimaan negara yang diperoleh sesuai target bahkan lebih besar dan layanan yang diterima masyarakat menjadi lebih maksimal.

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan menilai penerapan aturan PNBP KKP setidaknya akan memberi dampak pada tiga hal. Meliputi kemudahan mengurus perizinan, jaminan usaha berjalan berkesinambungan, dan kegiatan usaha yang menguntungkan.

Yudi juga menyinggung soal penerapan jenis dan tarif PNBP KKP yang baru harus sesuai dengan prinsip keberlanjutan agar ekosistem dan perikanan Indonesia tetap lestari.

"Terpenting juga bagaimana melakukan manajemen yang tepat. Misalnya PNBP dinaikkan bukan berarti kita harus mengeksploitasi SDA menjadi berlebih. Tapi justru bagaimana kita mengelola secara efektif sehingga hasil yang didapat juga optimal," terangnya.

Co-Founder Indonesian Energy and Environmental Institute, Satya Hangga Yudha berharap KKP dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan yang kaitannya dengan penerimaan negara bukan pajak harus sesuai dengan prinsip ekonomi biru.

Prinsip tersebut menurutnya menjadi pegangan agar kegiatan usaha perikanan berjalanan berkesinambungan dan terjadi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir.

Dia optimis, KKP memegang prinsip tersebut lantaran Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berkali-kali menyampaikan komitmennya dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi.

Hangga juga mengamini perlunya inovasi KKP dalam mengimplementasikan PP 85/2021. "Kita harus terus berinovasi dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati laut kita untuk dapat meningkatkan PNBP dan mensejahterakan masyarakat setempat," paparnya.

Sementara itu Kepala Biro Keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Cipto Hadi Prayitno yang hadir sebagai narasumber pada dialog interaktif Bincang Bahari mengatakan, dalam rangka mengimplementasikan PP 85/2021, KKP telah menyiapkan tiga Peraturan Menteri KP dan 15 Keputusan Menteri KP sehingga total 18 ketentuan teknis yang telah siap diundangkan.

"Dengan adanya PP ini, perlu ditindaklanjuti dengan persiapan maupun manajemen yang lebih baik terhadap pengelolaan PNBP. Jadi nanti sebagai implementasi dari PP 85 ini memang ada kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan atau sedang berjalan," ungkap Cipto.

Mengenai tarif Rp0 dan 0 persen pada beberapa layanan di KKP, Cipto menjelaskan KKP sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Penerapan tarif tersebut sesuai dengan arahan Menteri Trenggono sebagai bentuk dukungan kepada pelaku usaha skala kecil untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing produk yang dihasilkan.

Kemudian untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, KKP mengedepankan teknologi sehingga proses berjalan lebih efektif, efisien dan transparan. Di samping itu, kapasitas SDM internal KKP, infrastruktur serta fasilitas pendukung aktivitas sektor kelautan dan perikanan juga akan ditingkatkan.

Selain Cipto, turut hadir sebagai narasumber dalam dialog Bincang Bahari edisi 8 dengan judul 'Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Secara Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat', para pejabat teknis lingkup eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021