Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak hanya tegas dalam penegakan hukum, tetapi juga humanis dalam memberikan layanan kepada seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali, termasuk warga negara penyandang disabilitas.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam rapat kerja bersama Komisis III DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, medio Juni lalu menegaskan hal itu.

Kepedulian dan perhatian Korps Bhayangkara terhadap penyandang disabilitas inipun masuk dalam program 100 hari kerja Kapolri, selain tentunya perhatian dan kepedulian untuk seluruh anggota Polri menjadi yang pertama.

Dalam rapat bersama dengan senator yang pertama bagi Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri, dipaparkan bentuk perhatian yang dimaksud seperti penyiapan sarana prasarana bagi masyarakat rentan dan memiliki kebutuhan khusus.

Dari target 5.407 fasilitas yang ingin disediakan di setiap layanan kepolisian, namun dengan perhatian yang besar terhadap kelompok tersebut dan dukungan pihak swasta dalam bentuk pertanggungjawaban sosial (CSR), Polri telah membangun 12.949 fasilitas bagi kelompok rentan dan ruang ramah anak yang tersebar di satuan wilayah atau satuan kerja kepolisian.

Rician fasilitas untuk kelompok rentan dan penyandang disabilitas tersebut, yakni 1.955 ruang ramah anak, 890 tempat parker khusus disabilitas, 2.301 jalur khusus disabilitas, 1.744 toilet khusus
rincian, 1.955 ruang ramah anak, 890 tempat parkir khusus disabilitas, 2.301 jalur khusus disabilitas, 1.744 toilet khusus disabilitas, 2.312 tanda khusus disabilitas, 1.585 elevator ‘handrail’ serta 2.162 kursi roda.

Fasilitas-fasilitas bagi penyandang disabilitas seperti turunan bagi pengguna kursi roda, guiding block berwarna kuning, toilet khusus, bisa ditemukan di sejumlah kantor kepolisian, seperti di Bareskrim Polri, Polda Jawa Timur, Polda Jawa Tengah, Polresta Bogor, Polres Bogor dan masih banyak lainnya.

Bentuk perhatian itu tidak terhenti sampai disitu, pada tahap dua dan tahap tiga, Polri terus mengembangkan sehingga seluruh fasilitas layanan kepolisian dan kantor-kantor kepolisian akan memberikan pelayanan dalam rangka mengakomodir kebutuhan masyarakat berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.

"Polri terus mengembangkan sehingga seluruh fasilitas layanan kepolisan dan kantor-kantor kepolisian akan memberikan pelayanan terkait kepada saduara-saudara kita yang rentan dan mengalami disabilitas," kata Sigit dalam rapat tersebut.

Baca juga: Polisi gelar vaksin "door to door" sasar warga disabilitas Pancoran
 
Penyandang disabilitas menunggu antrean untuk divaksinasi COVID-19 yang diselenggarakan Polri bekerja sama dengan swasta di JCC, Jakarta Pusat, Sabtu (31/7/2021) (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Vaksinasi untuk disabilitas
Kepedulian dan perhatian Polri terhadap penyandang disabilitas tidak hanya dalam hal akses layanan kepolisian saja, di masa pandemi COVID-19 pun, kepedulian tersebut ditunjukkan oleh Korps Bhayangara dalam mengakomodir warga difabel mendapatkan vaksinasi bersama masyarakat umum lainnya.

Polri mendapat mandat dari negara untuk melaksanakan vaksinasi COVID-19 bersama TNI dan Kementerian Kesehatan dalam rangka mempercepat terbentuknya kekebalan komunal masyarakat atau ‘herd immunity’ sebagai salah satu strategi melawan pandemi akibat virus SARS-CoV-2.

Beberapa kepolisian daerah dan kepolisian resor mengadakan kegiatan vaksinasi massal yang mengakomodir penyandang disabilitas. Kegiatan ini digelar sejumlah kantor kepolisian seperti di Polres Karawang, Polda Riau, Polda Metro Jakarta, hingga Polda Lampung.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, saat ditemui di Gedung Humas Polri Jumat (27/8), hampir seluruh kepolisian di wilayah melaksanakan vaksinasi untuk masyarakat termasuk mengakomodir para penyandang disabilitas.

Vaksinasi, kata dia, merupakan hak seluruh warga negara Indonesia termasuk didalamnya penyandang disabilitas.

Menurut Rusdi, semua warga negara berhak mendapatkan vaksin itu, karena hak dari setiap warga negara Indonesia termasuk juga para disabilitas karena mereka memiliki kebutuhan khusus, tentunya Polri melakukan hal yang khusus kepada mereka.

Dia mencontohkan pelayanan yang diberikan, yakni ada anggota Polri datang, melakukan bantuan terhadap orang-orang yang berkebutuhan khusus.

Baca juga: Polri tegaskan terus berinovasi untuk melayani difabel

Bukan diistimewakan tapi disetarakan
Perhatian dan kepedulian anggota Polri terhadap penyadang disabilitas tidak diragukan lagi, bahkan perhatian yang begitu humanis terkadang membuat teman-teman penyandang disabilitas merasa "risih" karena terlalu diistimewakan.

Penyandang disabilitas ingin disetarakan bukan bukan diistimewakan, terlebih jika keistimewaan itu mengambil hak warga sipil lainnya, begitu disampaikan Sekretaris Jenderal Yayasan Difabel Action Indonesia (YDAI) Isnu Naeni saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/8) lalu.

Sama seperti warga sipil lainnya, penyandang disabilitas membutuhkan akses layanan kepolisian seperti legalitas kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) khusus disabilitas. Supaya ketika berkendaraan mereka tidak ditindak langsung (tilang) oleh anggota kepolisian karena tidak memiliki izin mengemudi.

Untuk mengakomodir hal itu, YDAI menginisiasi layanan SIM D untuk teman-teman penyandang disabilitas, dengan menggandeng Kepolisian Republik Indonesia yang dimulai sejak 2010-2011. Hingga 2016 kesepakatan bersama itu direalisasikan pembuatan SIM D para difabel di Polresta Bogor dan Polres Kabupaten Bogor.

Adanya kesepakatan itu, anggota Polri melayani teman-teman difabel dengan humanis, diberikan kesempatan duluan menjalani praktek berkendraan, termasuk tes tertulis. Bahkan, saking humanisnya memberikan kesempatan didahulukan saat pengambilan foto sebelum SIM dicetak.

Bentuk perhatian berlebih seperti itu yang dianulir oleh YDAI, sesuai visi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) berakreditasi A plus tersebut, yakni mensetarakan penyadang disabilitas. Karena difabel itu produktif, mandiri, sejahtera. Difabel butuh berkarya dan bermartabat. Memposisikan difabel memiliki nilai tawar, bukan jadi objek untuk mendapatkan derma (charity-red).

YDAI yang didirikan oleh Teguh Prasetyanto memiliki visi mensetarakan hak-hal dan kewajiban warga negara sebagai difabel dengan anak bangsa lainnya.
Jika misalnya anak bangsa lainnya punya hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas akses, kemudian atas kesempatan kerja, difabel pun punya hak yang sama (setara), begitupun dengan kewajiban, difabel bisa menuntut hak yang sama, difabel harus juga bisa dibebani kewajiban yang sama walaupun beban kewajiban yang ada di pundak temen-teman difabel itu dilakukan dengan cara yang berbeda.

YDAI mengharapakan, keistimewaan yang diberikan kepada difabel dalam mengakses layanan kepolisian jangan sampai menindas hak warga sipil lainnya. Misalnya mengakses layanan sama seperti warga lainnya, ikut mengantre, tapi difasilitasi seperti disediakan ruang tunggu khusus penyandang disabiltas, atau tempat duduk.

Hak setara tidak hanya dalam pengurusan SIM, tetapi juga dalam upaya penegakan hukum terhadap teman-teman difabel yang menjadi korban ataupun pelaku tindak kejahatan. Beberapa kejadian anak-anak penyandang disabilitas mengalami tindak kekerasan, seperti pelecehan seksual, ataupun kejahatan lainnya.

Dalam proses ini, YDAI mengawal agar penyelesaian perkara mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, seperti menyediakan peterjemah bagi tuli, dan penyediaan psikolog saat pemeriksaan terhadap penyandang tuna grahita.

Tetapi, jika penyandang disabilitas tersebut melakukan tindak kejahatan, maka tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum sebagaimana hak dan kewajiban yang setara bagi seluruh anak bangsa.

"Apa yang ditabur itu yang dituai. Apapun kondisinya kalau penyadang disabilitas bermaslaah dengan hukum, tetap harus diproses, karena difabel itu bukan berarti mendapatkan keistimewaan bebas dari jeratan hukum," kata Isna, sapaan akrab ibu tiga orang anak yang juga penyandang disabilitas ini.

Edukasi fasilitas difabel
YDAI tidak meragukan perhatian Polri terhadap warga penyandang disabilitas, namun bukan berarti semua kebutuhannya terakomodir, seperti halnya pemberian vaksinasi bagi warga berkebutuhan khusus.

Isna mengakui vaksinasi penting bagi semua, begitu pula bagi penyandang disabilitas yang tergolong kelompok rentan. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, apabila diterpapar COVID-19, maka dampaknya jauh lebih terpukul dibanding warga sipil. Selain itu, interaksi sosial penyandang disabilitas membuat mereka abai dalam menerapkan protokol kesehatan.

Tidak hanya itu, beberapa penyandang disabilitas juga memiliki trauma terhadap jarum suntik, seperti penderita polio. Kondisi tersebut hendaknya menjadi perhatian berbagai pihak.

Perhatian lainnya dalam hal penyediaan fasilitas penyandang disabilitas masih perlu untuk diedukasi agar sarana prasarana tersebut sesuai standar yang dibutuhkan oleh warga difabel, seperti kecuraman jalur kursi roda yang memadai.

Sarana prasaranan difabel yang memadai, memudahkan penyandang disabilitas mengakses layanan publik, termasuk layanan kepolisian.

Baca juga: KSP: Pemerintah hadir untuk penyandang disabilitas di masa pandemi

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021