Maka sudah sewajarnya kita mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Pengendalian wabah virus corona sudah 1,5 tahun melanda Indonesia. 

Selama itu pula, sudah diwarnai dengan skenario-skenario kebijakan penting dan langsung dirasakan masyarakat.

Entah kapan wabah ini benar-benar bisa terkendali. Tak ada satupun pihak yang bisa dan berani memastikan.

Bahkan sejumlah negara yang dinilai telah berhasil mengendalikannya pun belum lepas sama sekali dari ancaman wabah. Wabah ini seperti gelombang-gelombang yang silih berganti datang dan pergi.

Korea Selatan, misalnya, pernah dinilai oleh organisasi kesehatan dunia (world health organization/WHO) berhasil mengendalikan virus corona, tetapi kemudian menghadapi gelombang berikutnya.

Singapura dan Brunei juga dinilai berhasil tetapi pengetatan aktivitas masih sering dilakukan yang menandakan adanya peningkatan kasus baru.

China, tempat wabah virus ini berawal, dinilai paling berhasil mengendalikannya sebelum virus menyebar lebih masif ke seluruh dunia hingga kini. Dalam beberapa hari terakhir disibukkan dengan varian baru.

China telah melaporkan 143 kasus baru virus corona (COVID-19) di daratan pada 9 Agustus, naik dari 125 kasus sehari sebelumnya, kata otoritas kesehatan setempat pada Selasa (10/8).

Klaster terbaru infeksi virus corona di China terutama didorong oleh varian Delta yang sangat mudah menular.

Baca juga: Luhut sebut pandemi masih jauh dari selesai, masyarakat jangan jumawa

Di antara kasus baru COVID-19 yang dikonfirmasi itu merupakan jumlah tertinggi yang dilaporkan China sejak 20 Januari.

Sebanyak 108 kasus ditularkan secara lokal, sementara sisanya adalah kasus infeksi dari luar negeri, kata Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) seperti dikutip Reuters.
Para petugas membantu para pengunjung menggunakan aplikasi peduli lindungi untuk menunjukkan kartu vaksin di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Selasa (10/8/2021). (ANTARA/Sihol Hasugian)

Berputar
Yang terjadi di negara-negara lain juga dialami Indonesia. Bila dicermati selama kurun 1,5 tahun terakhir, teramat tidak mudah untuk mengendalikan wabah ini hingga nihil sama sekali.

Kasus baru beberapa kali turun di DKI Jakarta, tetapi naik di daerah lain. Sejak dua pekan terakhir hingga hari-hari ini jumlah kasus baru landai di Pulau Jawa, namun di luar Jawa justru naik.

Wabah ini seperti gelombang yang terus bergerak dan berputar. Ia datang dan pergi sesukanya.

Padahal dalam situasi wabah yang sulit, upaya mengendalikannya tidak surut, tetapi terus diwujudkan dengan kerja keras. Kolaborasi antarpihak adalah kekuatan terbaik untuk melawan wabah ini.

Seluruh sumber daya dengan dukungan sumber dana telah dikerahkan untuk mengendalikan wabah. Tetapi, sekali lagi, wabah ini seperti datang dan pergi.

Karena itu, muncul pemikiran untuk menjalankan kebijakan dengan strategi yang memungkinkan tindakan mengatasi wabah beriringan dengan tetap berjalannya kehidupan normal. Istilah normal baru pernah populer di negeri ini.

Baca juga: Pemerintah perpanjang PPKM di Jawa-Bali hingga 16 Agustus 2021

Pergulatan antara kesehatan dengan perekonomian memang masalah mendasar sejak awal wabah ini. Karena itu, perdebatan dan kontroversi kadang mengiringi perjalanan pengendalian wabah.

Kini yang sedang dilakukan oleh banyak negara adalah menyusun strategi dan siasat agar kehidupan tetap berjalan baik, meski di tengah wabah.

Kerja-kerja mengatasi dan mengendalikannya tetap dilakukan, tetapi kehidupan harus berjalan baik.

Panduan
Dalam kaitan inilah, Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 sedang menyiapkan panduan untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.

Bukan hanya Indonesia yang tengah menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi COVID-19.

Negara-negara lain dan organisasi internasional seperti Bank Dunia (World Bank) dan WHO juga telah menyiapkan panduan, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.

Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito pun menjelaskan opsi itu dalam konferensi pers "Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia Per 10 Agustus 2021" dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Sebagaimana arahan Presiden Jokowi, Wiku mengatakan, masyarakat harus bersiap beradaptasi dengan situasi. COVID-19 ini berpeluang akan hidup bersamaan dengan kita dalam waktu yang tidak sebentar.

Baca juga: Kebijakan relaksasi kerap disalahartikan sebagai keadaan aman

Ke depannya, pemerintah akan senantiasa memantau kondisi secara aktual demi mengambil kebijakan yang tepat, baik dalam hal penanganan kesehatan maupun pemulihan ekonomi.

Untuk itu, upaya terbaik yang bisa dilakukan dalam menjalani dinamika yang ada adalah memaksimalkan berbagai upaya pengendalian secara paralel untuk upaya proteksi maksimal.
 
Petugas pemakaman pasien COVID-19 menurunkan keranda jenazah pasien untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur Ahad (20/12/2020). (ANTARA/Andi Firdaus)

Kasubbid Tracing Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19, Koesmedi Priharto memperjelas dan mempertegas yang disampaikan Wiku.

Intinya, masyarakat harus dapat mempersiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.

Itu karena sampai saat ini tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan COVID-19 berakhir. Beberapa negara yang sudah buka karantina atau penguncian wilayah (lockdown), kembali melakukannya ketika gelombang wabah datang lagi.

"Maka sudah sewajarnya kita mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19," katanya.

Normal
Namun untuk dapat hidup berdampingan dengan COVID-19 maka masyarakat perlu membangun kehidupan normal baru yang dapat memutus penularan virus.

Hal itu karena COVID-19 menular antarmanusia.

Baca juga: Satgas COVID-19: Pergerakan virus "terlihat" dari perilaku manusia

Ketika perilaku kita tidak bisa mencegah cara penularannya maka angka kasusnya akan naik. Itu harus dipahami oleh masyarakat dan jangan semua diserahkan kepada pemerintah.

Pemerintah sudah berupaya maksimal menangani pandemi COVID-19. Maka, masyarakat harus bekerjasama dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Kalau nantinya kebijakan ini yang akan ditempuh, tentu bukan sebuah deklarasi kekalahan. Ini lebih pada strategi atau siasat untuk menghadapi musuh tak kasat mata.

Meski berat dan melelahkan fisik maupun batin, juga menguras begitu besar sumber daya untuk mengendalikannya, tetapi kita tak boleh kalah dan menyerah.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021