Pekanbaru (ANTARA) - Athar merasa sedih karena libur sekolah selama 1,5 bulan akibat polusi asap yang kian parah. Bocah kelas II sekolah dasar itu, hanya menikmati belajar di rumah mengingat asap akibat kebakaran hutan dan lahan sangat berbahaya jika terhirup oleh anak-anak yang belum memiliki daya tahan tubuh yang kuat dibanding orang dewasa.

Musibah asap itu terjadi pada akhir 2019 akibat kebakaran lahan yang kian parah. Asap di mana-mana. Bahkan menara Jembatan Siak IV nyaris tidak kelihatan dari jarak sekitar 500 meter akibat pekatnya asap, terutama di pagi hari. Pada tahun 2020, bencana asap akibat karhutla tidak terjadi karena musibah berganti pada pandemik COVID-19.

Pada tahun 2021 ini, Pemerintah Provinsi Riau bertekad mewujudkan nihil kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya meski wabah COVID-19 juga masih melanda di daerah ini. Status siaga karhutla juga sudah ditetapkan hingga Oktober tahun ini. Semua itu dilakukan demi menghilangkan asap di Bumi Lancang Kuning ini.

Saat ini Pemerintah Provinsi Riau bekerja sama dengan berbagai instansi lainnya melakukan segala hal agar tidak ada kebakaran hutan dan lahan lagi. Saat ada kebakaran lahan, api harus bisa dimatikan segera oleh petugas.

Petugas Satgas Karhutla yang antara lain terdiri dari BPBD TNI, Polri, pihak swasta, masyarakat dan para relawan lainnya bahu-membahu memadamkan api jika diketahui ada titik panas (hot spot) terdeteksi. Bahkan dalam dua bulan terakhir ada sejumlah petugas yang rela menginap di sekitar kawasan yang terbakar untuk memastikan api telah padam.

Kondisi lahan gambut yang mudah terbakar mempersulit petugas untuk memadamkan api, dan menjadi tantangan tersendiri. Meskipun api telah padam di permukaan, namun sekitar satu meter di bawahnya bara api masih menganga menunggu hembusan angin untuk muncul lagi ke permukaan. Olehnya, petugas tak hanya memadamkan api di permukaan saja, namun menyuntikkan air ke dalam lahan gambut untuk memastikan api telah padam.

Baca juga: Tanggulangi karhutla, Riau dapat bantuan tiga heli dan dua pesawat

Gubernur Riau Syamsuar yang mencetuskan wilayahnya berstatus Siaga Kerhutla mengaku optimistis bisa mewujudkan daerahnya tidak ada lagi bencana asap seperti tahun 2019 atau tahun 2015 yang dinilai sangat parah.

Rasa optimistis tersebut, kata Syamsuar, karena berkaca pada semangat petugas yang jumlahnya mencapai 10 ribu orang yang hingga sampai saat ini terus berjibaku di lapangan, dan juga didukung oleh komitmen kepala daerah maupun seluruh Satgas Karhutla di Riau.

"Ini juga sesuai dengan arahan Presiden RI dalam penanganan Karhutla. Dengan kebersamaan ini maka itu saya sangat yakin tahun ini Riau mampu mempertahankan bebas dari kabut asap akibat Karhutla," kata Gubernur.

Namun demikian, kesiapsiagaan para petugas itu dinilai tak cukup jika tanpa penegakan hukum yang bisa membuat jera para pembakar lahan. Seperti diketahui, kebakaran hutan dan lahan di wilayah Riau ini selain karena musim kemarau juga adanya oknum tertentu yang memanfaatkan situasi dengan cara membakar untuk membuka lahan.

Hal ini sangat disayangkan mengingat pemerintah bersama aparat penegak hukum terus mensosialisasikan bahaya kebakaran hutan dan lahan berikut ancaman pidana bagi masyarakat atau korporasi yang sengaja membakar lahan untuk dijadikan perkebunan baru.

Baca juga: BPBD Riau: Titik api karhutla di Riau turun

Sembilan tersangka
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, Polda Riau berhasil menangkap sembilan terduga pelaku pembakar hutan dan lahan di beberapa wilayah. Para pelaku tersebut ditangkap langsung di lokasi kebakaran hutan dan lahan berkat laporan masyarakat atau terendus langsung oleh polisi.

Dari hasil penyidikan kepolisian sementara, rata-rata para pelaku pembakaran tersebut bermotif ekonomi, yakni untuk membuka lahan baru untuk dijadikan perkebunan.

Kepala Polda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi mengatakan pelaku Karhutla tersebut melakukan pembakaran untuk membuka lahan, dan ada juga yang mengambil madu di hutan dengan cara membakar semak namun ditinggalkan begitu saja sehingga apinya membesar dan meluas.

"Kami akan teruskan penegakan hukum ini, tidak terbatas pada orang perorangan saja namun juga korporasi yang melakukan. Jika terjadi, semua harus bertanggungjawab," tegasnya.

Bagaimana korporasi yang dituding turut berperan dalam karhutla? Hingga saat ini para tersangka masih berasal dari perorangan saja.

Sebenarnya pada 2019, polisi telah menetapkan 70 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau, dan beberapa di antaranya sudah mendapatkan vonis hukum. Dari jumlah itu, 68 orang adalah petani, sedangkan dua tersangka lain dari korporasi yakni PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS), dan sejumlah perusahaan yang masih dilakukan penyidikan.

Aparat penegak hukum dengan tegas akan meneruskan penegakan hukum yang selama ini telah berjalan, tidak terbatas pada perorangan tapi juga korporasi yang melakukan kejahatan Karhutla.

Polda Riau saat ini bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) telah menyiagakan Satgas khusus agar penegakan hukum Karhutla agar dapat berjalan lebih baik dan maksimal untuk menangkap para penjahat lingkungan ini.

"Kita tahu bahwa sanksi bagi para pembakar ini bisa dipidana untuk perorangan. Dan kita bisa tuntutkan sanksi perdata melalui Kejati. Selain itu, juga ada sanksi administratif. Nanti Pak Gubernur bisa mencabut izinnya atas pelanggaran karhutla yang dilakukan oleh koorporasi," terangnya.

Para pembakar lahan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan oknum perusahaan memang seharusnya dijerat hukuman karena kejahatan yang mereka lakukan selain merusak lingkungan dan keanekaragaman hayati, juga mengganggu banyak sisi kehidupan.

Penegakan hukum pun diharap tidak tebang pilih, hanya menangkap petani kecil tanpa berhasil mengungkap dalang di balik kejadian itu. Sementara di tingkat korporasi, meski sudah ada tersangka, diharapkan harus lebih tegak dan tajam tanpa pandang bulu baik itu kepada perusahaan lokal maupun korporasi di tingkat internasional.

Berkaca pada musibah akhir 2019 lalu, tidak hanya sekolah saja yang diliburkan, dunia penerbangan di Kota Pekanbaru juga dihentikan sementara akibat jarak pandang yang tidak aman, para pegawai diliburkan dan dipaksa bekerja ke kantor karena khawatir terpapar asap, dan akhirnya pelayanan publik pun terganggu.

Situasi wabah COVID-19 yang saat ini masih terjadi semoga tidak diperparah dengan bencana asap akibat Karhutla yang saat ini tengah mengancam. Jangan sampai libur sekolah Athar diperpanjang lagi akibat tragedi ini.

Baca juga: Satgas Riau fokus padamkan karhutla di Bengkalis dan Pelalawan

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021