Jakarta (ANTARA) - Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny N Rosalin mengatakan sudah banyak upaya dilakukan bersama dengan para pemangku kepentingan untuk mencegah perkawinan anak.

"Namun, bila dikaitkan dengan data BPS 2020, masih ada 22 provinsi yang angka perkawinan anaknya di atas angka nasional. Yang tertinggi adalah Kalimantan Selatan, yaitu 21,2 persen; sedangkan angka nasional 10,82 persen," kata Lenny dalam sebuah seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

Baca juga: KPPPA sebut pencegahan perkawinan anak dukung penurunan "stunting"

Lenny mengatakan upaya untuk mencegah perkawinan anak dilakukan dengan melakukan intervensi kepada anak, melalui Forum Anak; keluarga, melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA); satuan pendidikan, melalui sekolah/madrasah ramah anak; lingkungan, melalui taman bermain dan fasilitas ramah anak; dan wilayah, melalui kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang salah satu indikatornya adalah pencegahan perkawinan anak.

Meskipun upaya untuk mencegah perkawinan anak sudah dilakukan, Lenny mengatakan angka perkawinan anak hanya menurun sedikit dari tahun ke tahun. Pada 2017, angka perkawinan anak mencapai 11,54 persen, kemudian 11,21 persen pada 2018, dan 10,82 persen pada 2019.

Baca juga: KPAI: Pandemi picu kasus putus sekolah dan perkawinan anak

"Target penurunan angka perkawinan anak adalah 8,74 persen pada 2021. Namun, pada saat pandemi COVID-19, sebagaimana banyak diberitakan di media, perkawinan anak banyak terjadi," tuturnya.

Upaya mencegah perkawinan anak juga dilakukan melalui aturan perundang-undangan dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengubah usia perkawinan menjadi paling rendah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.

Baca juga: KPPPA: Perkawinan anak berdampak buruk

Lenny mengatakan tidak lama setelah undang-undang tersebut disahkan, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan peraturan tentang tata cara mengadili permohonan dispensasi perkawinan.

Namun, data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung mencatat terjadi lonjakan permohonan dispensasi perkawinan pada 2020. Pada 2019, permohonan dispensasi yang masuk 25.282 permohonan, pada 2020 melonjak tinggi menjadi 65.302 permohonan.

"Pencegahan perkawinan anak harus dilakukan. Tidak ada pilihan lain, semua pihak harus bersinergi. Banyak yang akan terancam capaiannya bila perkawinan anak tidak dicegah mulai dari Indeks Pembangunan Manusia hingga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's)," katanya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021