Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin, menginginkan agar tindakan pencabutan hak guna usaha (HGU) terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan perlu dipublikasikan secara luas serta denda yang telah ditentukan juga harus segera dieksekusi.

Andi Akmal Pasluddin dalam rilis di Jakarta, Selasa, sangat menyayangkan bahwa hingga saat ini pencabutan Hak Guna Usaha pada pelaku utama pembakar atau penyebab kebakaran hutan dan lahan dalam skala luas masih belum dipublikasikan hukumnya.

"Begitu juga potensi denda yang sekitar Rp5,7 triliun juga masih belum di eksekusi dimana denda tersebut dapat digunakan untuk pemulihan lahan yang kritis akibat deforestasi," katanya.

Menurut dia, harus ada perbaikan pola pengendalian kebakaran hutan dan lahan, karena sudah hampir lima juta hektare lahan terbakar sejak tahun 2015 hingga 2020.

Baca juga: Selesaikan sengketa tanah, Wamen ATR kunjungi PTPN II

Data dari berbagai lembaga mengungkapkan, lanjutnya, antara 2015-2019, lahan terbakar sudah 4,4 juta hektar, jadi perkiraan hingga 2020 sudah bertambah hingga 5 juta hektar.

"Lima tahun terakhir ini belum ada terobosan signifikan dalam pengendalian kebakaran hutan ini. Mesti ada upaya, dan pola yang menjadi andalan pada program pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan agar tidak semakin meluas dan bertambah dari tahun ke tahun," ucap Akmal.

Ia memaparkan, telah ada sebanyak 258 sanksi administratif diterbitkan, dengan 51 tuntutan pidana dan 21 gugatan perdata.

Untuk itu, Akmal menginginkan agar berbagai hal tersebut dapat diumumkan agar masyarakat dapat mengetahui.

Selain itu, ujar dia, hal tersebut juga penting dalam rangka meningkatkan kewaspadaan sekaligus sebagai kontrol sosial yang kuat baik dari masyarakat maupun dari media.

Baca juga: Walhi Sumsel minta perusahaan pemegang HGU cegah kebakaran

Akmal yang ditugaskan fraksi menjadi anggota panja kebakaran hutan dan lahan di Komisi IV DPR ini memekankan terus menerus kepada pemerintah akan perlunya sebuah tindakan yang efektif, efisien dengan anggaran yang ada untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan sehingga setiap tahun ada progres pengurangan jumlah kebakaran yang signifikan.

"Selama ini, kalau sudah kejadian besar baru heboh karena selain mengakibatkan bencana lokal, juga mendapat protes negara tetangga akibat asap yang melintas hingga negara lain. Pencegahan lebih murah dan mudah melakukan dari pada melakukan tindakan pemulihan akibat kejadian," paparnya.

Sebagaimana diwartakan, Pengajar hukum lingkungan Universitas Prasetya Mulya, Rio Christiawan di Jakarta, Rabu (4/11), menyatakan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebaiknya difokuskan kepada aspek edukasi, sosialisasi, dan dukungan yang bersifat antisipasi serta pencegahan.

Untuk itu, pemerintah perlu lebih bijak dalam menangani persoalan karhutla dengan mengurangi aspek penindakan hukum.

Penegakan hukum atas kasus karhutla, menurut Rio Christiawan, gencar dilakukan pemerintah dalam lima tahun terakhir, baik secara litigasi (melalui peradilan), maupun secara nonlitigasi (tidak melalui pengadilan) seperti penegakan hukum yang dilakukan berbagai instansi terkait.

Ia berpendapat, pentingnya langkah preventif maupun langkah penanganan tersebut akan membantu pembuktian posisi bersalah atau tidaknya pemegang konsesi.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020