Pekanbaru (ANTARA) - Sekitar 100 imigran berstatus pengungsi luar negeri berunjuk rasa di depan kantor Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru, Provinsi Riau, Senin.

Para imigran yang terdiri dari kaum pria, ibu dan anak-anak di bawah umur menggelar aksi damai sambil membawa lembaran karton yang bertuliskan keinginan mereka agar mendapat rumah penampungan yang lebih layak. Imigran tersebut mayoritas berasal dari Afghanistan yang sudah lebih dari lima tahun berada di rumah penampungan Hotel Satria di Jalan Teuku Cik Ditiro.

Uniknya, para imigran melakukan aksi demo sambil membawa makanan lengkap untuk anak-anak mereka. Setelah beberapa saat mereka berteriak-teriak menyuarakan aspirasi di tengah terik matahari, mereka berangsur mencari tempat teduh di bawah pohon dan menggelar karpet untuk menyantap makan siang dengan hidangan khas Afghanistan, seperti roti naan dan nasi biryani.

Baca juga: Ratusan pengungsi asing Kalideres minta keadilan kepada UNHCR

Kepala Rudenim Pekanbaru, Yanto Ardianto, demonstrasi tersebut dilatarbelakangi karena kondisi rumah penampungan (community house/CH) sudah makin penuh dan tidak merata. Jumlah pengungsi di Pekanbaru kini ada 976 sedangkan jumlah penampungan hanya delapan.

“Bandingkan dengan di Makassar dengan jumlah pengungsi 1.700 tapi CH ada 29, sehingga tersebar dan konflik tidak ada di Makassar karena masalah tempat sudah terakomodir,” katanya.
 

Sejumlah imigran berstatus pengungsi luar negeri membawa makanan nasi biryani dengan lauk lengkap saat berunjuk rasa di depan kantor Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru, Riau, Senin (7/9/2020). Pengungsi luar negeri berdemo karena menilai rumah penampungan yang mereka sudah tempati selama lebih dari lima tahun sudah tidak layak karena terlalu sempit dan anak-anak mereka sudah beranjak dewasa, sedangkan hingga kini mereka tidak kunjung dapat kewarganegaraan di negara tujuan seperti Australia dan Kanada. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Para pengungsi yang berdemo adalah mereka yang ditempatkan di Hotel Satria dan merupakan CH pertama di Pekanbaru yang menempati. Mereka berunjuk rasa karena fasilitas itu sudah sesak. Pengungsi di Hotel Satria adalah keluarga yang rata-rata sudah tujuh tahun dan jumlah anaknya terus bertambah.

“Satu kamar yang tadinya anaknya tiga anak, sekarang jadi lima orang di keluarganya. Bayangkan lima orang mereka menempati kamar yang ukurannya tidak begitu besar, jadi kan hal itu pastinya menimbulkan gesekan dengan yang lain apalagi anak-anak,” ujarnya.

Menurut dia, para pengungsi yang berdemo sebenarnya salah sasaran karena berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, yang menentukan lokasi penampungan adalah pemerintah daerah dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Pekanbaru.

“Kita sifatnya bertahan, kita panggil Kesbangpol, pihak keamanan dalam hal ini kepolisiian, UNHCR dan IOM supaya dapat meluruskan masalah ini. Yang menentukan tempat penginapan adalah Kesbangpol,” ujarnya.

Ia mengatakan apabila sebuah tempat penampungan yang diusulkan sudah mendapat surat rekomendasi dari Wali Kota Pekanbaru, maka Rudenim akan melakukan pemeriksaan keamanan dan akan memindahkan pengungsi jika tidak ada penolakan dari warga disekitar tempat penampungan.

Sementara itu, seorang pengungsi yang berdemo mengatakan mereka menggelar aksi damai karena kondisi penampungan yang makin tidak layak untuk menampung keluarga dan anak-anak.

“Satu kamar ukuran tiga kali empat meter diisi enam sampai tujuh orang,” kata seorang pengungsi Afghanistan Hikmat. 

Pewarta: FB Anggoro
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020