Kami hanya melakukan aksi timbal balik (terhadap China)
Washington (ANTARA) - Pemerintah Amerika Serikat, Rabu (2/9), mewajibkan sejumlah diplomat senior China untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Luar Negeri AS sebelum mengunjungi kampus dan menggelar acara kebudayaan di luar agenda kedutaan yang dihadiri lebih dari 50 orang.

Washington memperketat pengawasan terhadap Diplomat China setelah Beijing membatasi kegiatan diplomat AS di China.

Kebijakan baru itu merupakan salah satu upaya pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk mengantisipasi operasi intelijen dan spionase yang diduga dilakukan oleh China.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya akan memastikan seluruh akun  media sosial kedutaan dan kantor konsulat jenderal China di AS akan “diidentifikasi dengan cermat”.

Baca juga: Sebagai balasan, China perintahkan AS tutup konsulat di Chengdu
Baca juga: AS perintahkan penutupan konsulat China di Houston


“Kami hanya melakukan aksi timbal balik (terhadap China),” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat jumpa pers.

“Akses untuk diplomat kami di China merupakan cerminan dari akses untuk diplomat China di AS, dan langkah hari ini akan mengarah ke tujuan itu,” kata Pompeo.

Kebijakan itu merupakan upaya terbaru pemerintah yang bertujuan membatasi aktivitas China di AS jelang pemilihan presiden pada November 2020. Presiden Trump memanfaatkan sikap kerasnya terhadap China sebagai salah strategi penting untuk pendekatan politik luar negerinya.

Kedutaan Besar China di Washington menyebut langkah itu sebagai “aksi pembatasan yang tidak dapat dibenarkan dan penghalang bagi diplomat serta staf kekonsuleran China”. Kebijakan itu, menurut Kedubes China, justru bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan kebebasan yang dianut oleh AS.

Pompeo juga mengatakan Departemen Luar Negeri telah berkirim surat ke dewan pengurus seluruh universitas di AS. Pemerintah memperingatkan mereka mengenai ancaman dari Partai Komunis China.

“Ancaman itu datang melalui berbagai aktivitas mencurigakan seperti mendanai penelitian, mencuri hak kekayaan intelektual, mengintimidasi mahasiswa asing, dan merekrut tenaga ahli lewat cara-cara terselubung,” terang Pompeo.

Ia mengatakan universitas di AS dapat membantu pemerintah dengan membuat laporan yang transparan mengenai sumber dana penelitian, salah satunya dengan menyebut nama-nama perusahaan China yang terlibat dalam kegiatan kampus. Pompeo juga meminta kampus segera memutus hubungan kerja sama dengan perusahaan pemberi dana yang terlibat dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Pompeo pada Selasa (1/9) mengatakan ia optimistis puluhan pusat kebudayaan Confusius Institute (CI) yang tersebar di beberapa kampus AS akan ditutup pada akhir tahun ini. AS mencurigai pusat kebudayaan itu didanai oleh Pemerintah China untuk merekrut “mata-mata dan informan”.

Pusat Kebudayaan Confusius Institut AS yang berpusat di Washington, Rabu, mengatakan Departemen Luar Negeri telah keliru menilai lembaga kebudayaan tersebut. AS mewajibkan pusat kebudayaan itu untuk mendaftarkan lembaganya sebagai bagian misi luar negeri, khususnya setelah Pompeo menuduh Confusius Institute menyebarluaskan pengaruh berbahaya China.

“Bertentangan dengan keterangan Departemen Luar Negeri ke publik, program-program CI di AS bersifat independen, dibentuk dan dijalankan oleh kampus-kampus yang memiliki program pendidikan Bahasa China, yang dijalankan oleh orang-orang yang direkrut serta diawasi kampus,” kata pihak CI melalui pernyataan tertulis.

Pompeo mengatakan ia berencana membahas masalah China dan isu regional lainnya bersama 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) dan negara-negara di wilayah Indo-Pasifik lainnya dalam pertemuan virtual minggu depan.

Departemen Luar Negeri mengatakan Pompeo akan menghadiri Temu Puncak Tingkat Menteri Asia Timur serta beberapa pertemuan dengan negara ASEAN pada 9 September.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan Pompeo pada 11 September akan meresmikan perjanjian kerja sama dengan negara-negara di Sungai Mekong, antara lain Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

Kerja sama itu bertujuan meningkatkan otonomi masing-masing negara, independensi pada sektor ekonomi, serta pembangunan yang berkelanjutan.

Kebijakan terbaru AS itu lebih ketat apabila dibandingkan dengan aturan pada Oktober 2019. AS pada tahun lalu mewajibkan diplomat China untuk menyampaikan pemberitahuan jika mengadakan pertemuan dengan pejabat daerah, pejabat pemerintah pusat, serta lembaga pendidikan dan riset.

Departemen Luar Negeri AS juga mewajibkan media China untuk mendaftarkan diri sebagai bagian dari misi luar negeri.

AS pada Maret mengumumkan pihaknya mengurangi jumlah media asal China yang diperbolehkan ditempatkan di kantor pemerintah Amerika Serikat. Dari total 160 media China, saat ini hanya 100 media yang masih diperbolehkan bertugas.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kepala Staf Gedung Putih: tidak ada jadwal pembicaraan baru AS-China
Baca juga: China: Kritik AS atas penanganan virus bagai "pertunjukan politik"


Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020