Makassar, 27/12 (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan jika pemerintah sepantasnya bermitra dengan Muhammadyah.

"Sepantasnyalah pmerintah bermitra dengan Muhammadyah dan jika tidak bermitra juga tidak apa-apa," kata Din Syamsuddin pada acara Milad satu Abad Muhammadyah yang dihadiri sekitar 10.000 umat Muhammadiyah dari berbagai kabupaten dan kota di Sulsel, Minggu.

Acara Milad ini dihadiri sekitar 10.000 umat Muhammadiyah dari berbagai kabupaten dan kota di Sulsel. Din mengajak umat Muhammadiyah mandiri dan tidak selalu bergantung kepada pihak lain. Ia mengingatkan bahwa Muhammadiyah selalu siap dan tidak pernah berhenti membangun negeri.

Karena menurutnya, Muhammdiyah hingga saat ini tetap "eksis" dalam penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan dakwah yang mencerahkan di Indonesia.

Selain itu, pada 2010 nanti, Muhammadiyah akan menggelar muktamar di Yogyakarta. Din mendeklarasikan semangat kemandirian dalam diri kader Muhammadiyah. Ia mengingatkan kader Muhammadiyah tidak boleh bergantung, apalagi mengemis kepada orang lain.

Dalam acara itu, ia mengajak seluruh umat yang hadir agar menyumbangkan dananya sebagai simbol untuk persiapan tahun kemandirian sebanyak Rp2000 per orang.

Dari sekian ribu umat Muhammadyah yang hadir, sebanyak Rp16 juta lebih uang yang terkumpul. Rencananya, dana itu akan disimpan untuk membiayai setiap kegiatan dan dakwah Muhammadiyah.

Sebelumnya, ia mengatakan jika Kemerdekaan Indonesia yang sudah mencapai 64 tahun lebih dinilai belum berhasil disebabkan negara ini masih mengalami krisis kepemimpinan.

Rezim kepemimpinan dari berbagai orde dianggap tidak menggagas karakter bangsa tetapi lebih bayak pada politik merebut dan mempertahankan kekuasaan.

"Pribadi mandiri dan merdeka saat ini sangat langka, padahal dibutuhkan keteladanan pemimpin yang mau mengatakan tidak pada kepentingan yang tidak berpihak pada rakyat. Indonesia sangat langka seorang negarawan, kalau politisi sangat banyak," ucapnya.

Menurut dia, konsep kepemimpinan bangsa yang berkarakter sempat diaplikasikan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, meski pada akhirnya hilang dengan adanya pergolakan politik.

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009