Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa ketahanan nasional harus dituntaskan dengan vaksin dalam mengatasi pandemik COVID-19, sebab adaptasi kebiasaan baru hanya mampu mengendalikan penyebaran virus, bukan menghentikan secara total.

Bamsoet, sapaan akrab politikus senior Partai Golkar itu, dalam pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Rabu, menyebutkan 213 negara yang terjangkit COVID-19, termasuk Indonesia, selain sedang berjuang menekan penyebaran virus dan memulihkan ekonomi yang hancur akibat pandemik, juga sedang bersaing mendapatkan vaksin secara cepat.

Hal itu disampaikan Bamsoet dalam seminar nasional virtual bertajuk "Ketahanan Nasional di Era New Normal" yang diselenggarakan STIE Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia (STIE IPWI), dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Potensi dan tantangan Pemulihan Ekonomi Nasional

"Minggu lalu, Amerika, Inggris, dan Kanada mengeluarkan peringatan keamanan. Intelijen ketiga negara tersebut menduga Rusia sedang berusaha meng-hack data vaksin COVID-19 yang sedang mereka kembangkan. Tanggal 22 Juli 2020, Amerika Serikat meminta China menutup konsulat jenderalnya di Houston, Texas sebagai upaya agar China tak bisa mengejar penemuan vaksin yang dikembangkan National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang berbasis di Texas. Menandakan betapa gentingnya pandemik COVID-19 yang hanya bisa dituntaskan melalui penemuan vaksin," ucapnya menegaskan.

Saking gentingnya, mantan Ketua DPR RI itu memaparkan Amerika telah berinvestasi 2,2 miliar dolar AS untuk mendukung penelitian program vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi Moderna, Johnson & Johnson, dan AstraZeneca.

Dukungan finansial tersebut membuat Amerika mendapatkan 300 juta dosis vaksin dari AstraZeneca pada akhir 2020.

"Indonesia melalui PT Biofarma sudah menjalin kerja sama dengan Sinovac Biotech China untuk memproduksi vaksin Sinovac sebagai penangkal COVID-19. Vaksin Sinovac merupakan satu dari lima vaksin dunia yang sudah memasuki uji klinis fase ketiga. Empat vaksin lainnya, ialah Sinopharm oleh Wuhan Institute of Biological Products dan Beijing Institute of Biological Products, China, AstraZeneca oleh University of Oxford, Inggris, dan Moderna oleh NIAID, Amerika Serikat," papar Bamsoet.

Melalui kerja sama tersebut, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu memandang pada tahun 2021 Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri vaksin dan menjadi salah satu negara yang paling awal menyuntikan vaksin penangkal COVID-19 kepada warganya.

Baca juga: Ketua MPR ingatkan Pemda lebih hati-hati longgarkan pembatasan sosialBaca juga: Bamsoet: Komite Penanganan COVID dan Ekonomi segera koordinasi daerah

Tak menutup kemungkinan, kata Bamsoet, Indonesia juga bisa membantu negara-negara dunia lainnya dalam menyiapkan vaksin.

"Perebutan mendapatkan vaksin COVID-19 menjadi penanda baru betapa dunia tak hanya dihantui persaingan militer, ekonomi, dan teknologi informasi, melainkan juga persaingan di dunia farmasi kesehatan. Tak menutup kemungkinan di tahun mendatang dunia akan dilanda pandemik penyakit lain, yang menuntut vaksin sebagai jalan keluarnya. Indonesia harus bersiap diri mengembangkan dunia kefarmasian sejak dini," tutur Bamsoet.

Turut serta dalam seminar tersebut, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Ketua STIE IPWI Dr. Suyanto, dan Pendiri Yayasan IPWI Soemitro.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020