Hong Kong (ANTARA) - Pemerintah Hong Kong menyatakan slogan "bebaskan Hong Kong, ini waktunya revolusi" ("liberate Hong Kong, the revolution of our times"), yang kerap diserukan para pengunjuk rasa, merupakan ungkapan makar atau subversi dan karena itu ilegal.

Dengan demikian, siapa pun yang menyerukan slogan tersebut bisa dipidana sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Keamanan baru, yang diberlakukan oleh Beijing.

Seruan khas unjuk rasa itu muncul di poster-poster saat massa turun ke jalan, juga tercetak di pakaian dan aksesoris, serta lembaran kertas yang tertempel di seluruh wilayah Kota Hong Kong.

Sejauh ini, masih belum jelas apakah pengadilan-pengadilan independen akan mendukung sikap pemerintah terkait slogan tersebut.

Pernyataan pemerintah itu semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa undang-undang keamanan baru, yang akan memidanakan tindakan pemisahan, subversi, terorisme dan persekongkolan dengan kekuatan asing, memberangus kebebasan berpendapat di Hong Kong. 

Slogan "Bebaskan Hong Kong, ini waktunya revolusi" sekarang bermakna "kemerdekaan Hong Kong" atau upaya memisahkan Daerah Administrasi Khusus Hong Kong (HKSAR) dari Republik Rakyat China, yang berarti mengubah status hukum HKSAR atau menggulingkan kekuasaan negara, kata pemerintah kota, Kamis (2/7). 

Pemerintah setempat berulang kali mengatakan UU Keamanan baru itu tidak memeengaruhi kebebasan berpendapat dan pemenuhan hak lainnya di Hong Kong.

Kepolisian setempat pada Rabu (1/7), bertepatan dengan 23 tahun penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China, menangkap sedikitnya 370 orang yang memprotes beleid itu. Sebanyak 10 orang di antaranya ditangkap menggunakan pasal dari UU baru.

Kalangan penentang mengkritik bahwa UU itu kurang transparan menjelang diumumkan. Otoritas terkait juga dinilai terlalu terburu-buru mengesahkan dan memberlakukan undang-undang tersebut.

Beijing baru mengungkapkan keterangan rinci mengenai UU itu pada Selasa malam (30/6) dan kemudian memberlakukan  beleid itu pada Rabu (1/7).

Parlemen China mengesah kan UU keamanan itu guna menangani aksi protes ribuan massa pada tahun lalu di Hong Kong. Massa turun ke jalan karena khawatir Beijing mulai mengancam kebebasan dan pengadilan yang independen di Hong Kong, sebagaimana diatur oleh prinsip "satu negara, dua sistem".

Formula itu disepakati dua pihak saat Hong Kong dikembalikan oleh Inggris ke China pada 1 Juli 1997.

Namun, Beijing menyangkal tuduhan itu.

UU Keamanan itu juga menjadi peringatan keras bagi para pegiat demokrasi dan aktivis HAM di Hong Kong.

Grup pegiat demokrasi, Demosito, yang dipimpin oleh Joshua Wong, aktivis muda di Hong Kong, dibubarkan oleh pihak berwenang beberapa jam setelah UU itu mulai berlaku.

Sementara Nathan Law, anggota Demosito lainnya, pada Kamis (2/7) mengatakan ia telah pergi keluar dari Hong Kong.

"Aksi unjuk rasa di Hong Kong telah menjadi jendela bagi dunia untuk menyaksikan China yang kian otoriter," kata Law dalam sebuah wawancara.

Sumber: Reuters

Baca juga: China tempatkan kepala keamanan nasional baru di Hong Kong

Baca juga: UU Keamanan baru berlaku, Taiwan imbau warganya tak ke Hong Kong

Baca juga: Inggris sebut UU keamanan nasional langgar Deklarasi Hong Kong


 

Grup hotel internasional di China kembali beroperasi

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020