IA CEPA juga ditargetkan mampu memperlebar akses promosi dan penanaman modal, economic powerhouse, pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan program-program kerja sama ekonomi bagi Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Menjelang diimplementasikannya Kemitraan Indonesia dengan Australia dalam kerangka Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) pada 5 Juli mendatang, diharapkan mampu berkontribusi pada ketahanan pangan Indonesia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan selain pada ketahanan pangan, kerangka kerja sama tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia lewat penguatan keberadaan Indonesia di dalam Global Value Chain (GVC) atau rantai pasok global.

"IA CEPA juga ditargetkan mampu memperlebar akses promosi dan penanaman modal, economic powerhouse, pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan program-program kerja sama ekonomi bagi Indonesia," kata Pingkan dalam webinar yang diselenggarakan CIPS di Jakarta, Selasa.

Pingkan menjelaskan bahwa penguatan posisi Indonesia dalam GVC pada akhirnya dapat menjadikan negeri ini sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. GVC sendiri berkontribusi hampir 50 persen pada perdagangan global.

Australia diharapkan juga dapat berinvestasi pada sektor-sektor yang strategis di Indonesia. Harapan ini sangat beralasan mengingat Indonesia selama ini lebih banyak mengekspor produk mentah karena belum mampu memberikan nilai tambah kepada produk yang dihasilkan.

Baca juga: Mentan minta anggaran 2021 ditambah Rp10 triliun

Khusus pada ketahanan pangan, Australia merupakan mitra dagang strategis Indonesia terutama dalam sektor peternakan sapi. Menurut Pingkan, peternak sapi di dalam negeri masih belum menggunakan cara beternak yang efisien.

Selain itu ketersediaan modal yang memadai untuk memelihara sapi juga mendorong sebagian besar peternak fokus pada pembiakan sapi potong. Hal inilah yang menjadikan ketersediaan sapi bakalan lokal menjadi minim.

Kebutuhan gula domestik yang tinggi juga masih belum mampu dipenuhi petani tebu lokal. Adanya kemitraan yang memungkinkan terjadinya transfer knowledge dan juga berbagai kemudahan untuk impor beberapa komoditas pangan ini tentu diharapkan bisa tercapai lewat kesepakatan ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa Australia merupakan pemasok impor daging sapi terbesar bagi Indonesia dengan nilai impor mencapai 85.000 ton atau sekitar 53 persen dari total impor seberat 160.197 ton.

Ada pun nilai impor daging sapi dari Australia mencapai 296,3 juta dolar AS atau setara Rp4 triliun dari total nilai impor Rp7,7 triliun. Tidak hanya impor daging sapi, Indonesia juga mengimpor gandum, hewan hidup jenis lembu, serta gula mentah atau tebu.

Baca juga: Siapkan cadangan pangan, Kementan intensifikasi lahan rawa 30.000 ha
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020