kalau kita sudah diperlakukan dirawat oleh orang lain kenapa kita tidak ambil bagian untuk melakukan sesuatu
Jakarta (ANTARA) - Terapi plasma konvalesen menjadi satu upaya untuk pengobatan para pasien COVID-19. Plasma konvalesen merupakan plasma darah yang mengandung antibodi dan diperoleh dari pasien sembuh COVID-19.

Plasma ini diberikan khusus kepada pasien COVI-19 dalam kondisi kritis yang berjuang untuk bertahan hidup dari serangan virus corona baru itu. Plasma konvalesen menjadi harapan baru bagi pasien dalam kondisi berat.

Pemberian plasma konvalesen untuk meningkatkan imun tubuh pasien COVID-19 sehingga mampu melawan serangan virus dan diharapkan membantu proses penyembuhan.

Teddy Karhono (50), seorang pengusaha yang sudah terjun 27 tahun di bidang pengolahan air bersih dan air limbah, mengambil inisiatif mendonorkan plasma darah.

Sebagai rasa syukur dan terinspirasi kebaikan tenaga medis, pria kelahiran Kotabumi pada 17 Februari 1970 itu, berinisiatif melakukan sesuatu yang juga bisa menolong orang lain untuk tetap hidup, dengan mendonorkan plasma darah.

"Saya melihat begini buat semua yang merasakan sedang mengalami sakit COVID-19 ini untuk kita sembuh itu satu perjuangan kalau kita sembuh. Saya pribadi karena rasa syukur saya, saya juga ingin berbuat sesuatu. Kalau perawat itu berbuat untuk orang lain tanpa menghiraukan dirinya, kalau kita sudah diperlakukan dirawat oleh orang lain kenapa kita tidak ambil bagian untuk melakukan sesuatu," katanya kepada ANTARA dalam wawancara eksklusif di pekan ini, Jakarta.

Teddy dinyatakan sembuh setelah 29 hari yakni dari 1 April sampai 29 April 2020 menjalani perawatan di Rumah Sakit Daurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet, Jakarta. Pada 29 April 2020, ia mendapatkan "surat sehat" yang menyatakan dirinya sembuh dari COVID-19 sehingga bisa pulang ke rumah.

Berdasarkan sejumlah informasi yang beredar di media, Teddy mengetahui bahwa terapi plasma konvalesen bisa menjadi salah satu alternatif menyembuhkan pasien-pasien kritis COVID-19.

"Saya sendiri merasakan suatu rasa syukur yang besar bisa sembuh sehingga saya terpanggil untuk menjadi bagian ambil bagian untuk menyembuhkan mereka," ujar ayah tiga anak itu.

Baca juga: 32 UDD PMI miliki mesin apheresis bantu donor plasma konvalesen

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan terapi pemberian plasma konvalesen kepada pasien COVID-19 sudah mulai diterapkan di beberapa rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

"Plasma konvalesen ini bukan terapi massal. Satu plasma itu tidak berarti bisa dipakai untuk semua orang," kata Kepala Lembaga Eijkman Amin Soebandrio.

Terapi plasma konvalesen upaya memberikan imunisasi pasif kepada orang yang menderita COVID-19 agar mampu melawan penyakit itu. Plasma konvalesen diambil dari darah pasien COVID-19 yang telah dinyatakan empat pekan sembuh.

Amin menuturkan karena jumlah plasma konvalesen terbatas, maka diutamakan untuk pasien kritis.

Plasma itu diberikan kepada pasien yang memiliki golongan darah sama dengan pendonornya untuk menghindari potensi beberapa reaksi yang bisa muncul karena berbeda golongan darah.

                                                                  Donor plasma
Pada 12 Mei 2020, Teddy bersama seorang teman mendatangi RSPAD untuk mendonorkan plasma darahnya. Di situ, ia mendapatkan penjelasan mengenai prosedur menjadi pendonor plasma darah.

Prosedurnya antara lain pasien yang sembuh COVID-19 telah melakukan dua kali tes swab dengan hasil negatif COVID-19. Pendonor berada dalam kondisi sehat dan tidak sedang mengalami gejala penyakit apapun, serta memiliki tekanan darah normal.

Setelah hampir dua pekan semenjak dinyatakan sembuh, Teddy dapat mendonorkan plasma darahnya.

Selama beberapa jam, ia mengikuti proses pengambilan plasma darah dari tubuhnya, dan 600 mililiter plasma murni diambil.

Teddy mendapat informasi dari tenaga medis setempat bahwa 600 mililiter plasma darah itu dapat digunakan untuk terapi pengobatan dua pasien COVID-19, di mana masing-masing pasien kritis COVID-19 akan mendapat tiga kali suntikan plasma darah, masing-masing suntikan 100 mililiter plasma darah.

"Kalau saya mendonor 600 mililiter mungkin bisa digunakan untuk terapi dua pasien COVID-19," ujar Teddy yang tinggal bersama istri dan anak di Jakarta Barat.

Baca juga: Penyintas COVID-19 boleh donor plasma konvalesen hingga tiga kali

Dia mengajak orang-orang yang sembuh COVID-19 mendonorkan plasma darah demi membantu penanganan pasien COVID-19 di Tanah Air.

                                                              Awal terkena
Pada 14 Maret 2020, Teddy menghadiri suatu acara seminar di Jakarta. Pada 20 Maret 2020, ia pertama kali mengalami demam dan muntah saat bangun pagi.

Dengan gejala yang mirip COVID-19, Teddy khawatir kemudian mengisolasi diri di rumah mulai 20-31 Maret 2020.

"Saya isolasi di satu kamar di rumah saya sendiri tapi memang tidak enak isolasi sendiri di rumah, anak dan istri tidak berani dekat sedangkan pada saat itu di media sedang mengganggap ini semua 'parno' sebagai suatu aib di masyarakat, jadi kondisi tidak enak di rumah, saya tanggal 1 April memutuskan ke Wisma Atlet inisiatif sendiri," tuturnya.

Pada 23 Maret 2020, Teddy melakukan tes darah di "home care" dari satu rumah sakit swasta. Saat itu, ia masih mengalami batuk yang tak kunjung berhenti.

Pada 26 Maret 2020, dia memeriksakan diri ke IGD RS Bethsaida. Dia masih batuk terus menerus. Di rumah sakit itu, dilakukan tindakan, seperti foto thorax, CT-SCAN, dan tes darah.

Meskipun belum melakukan tes cepat (rapid test) dan tes swab, dari hasil CT-Scan, dokter menyatakan kecenderungan besar infeksi COVID-19.

Maka pada 1 April 2020, Teddy memutuskan pergi dan isolasi diri di Wisma Atlet. Dia menjalani perawatan di tempat itu sampai 29 April 2020.

Pada 29 April 2020, ia dinyatakan sembuh dan bisa meninggalkan Wisma Atlet tetapi tetap isolasi mandiri di rumah.

Teddy mengapresiasi penanganan pasien di Wisma Atlet di mana para tenaga medis juga bersikap ramah dengan pasien.

Baca juga: Donor plasma darah harapan baru bagi penderita COVID-19

Ia merasakan kasih persaudaraan tanpa memandang suku, ras, agama, dan antargolongan di antara sesama yang menderita COVID-19 dan yang berjuang melawan penyakit itu.

"Selama di Wisma Atlet kami semua saling memberikan semangat satu sama lain tanpa membeda-bedakan SARA dan bahkan kami juga berprinsip hati yang gembira adalah obat yang manjur," ujarnya.

                                                                       Hati gembira
Hati yang gembira dialami oleh Teddy sebagai bagian dari obat yang manjur untuk mengatasi virus tersebut.

"Hati yang gembira adalah obat yang manjur," ujarnya.

Dengan suasana hati yang gembira maka imun bisa terjaga dengan baik untuk membantu diri melawan penyakit COVID-19.

Teddy menutup diri dari hal-hal yang bisa merusak suasana hati, seperti kabar-kabar burung tentang COVID-19 selama isolasi mandiri pada 20-31 Maret 2020 di rumah sebelum ke rumah sakit darurat, dan pada dua pekan pertama dirawat di Wisma Atlet.

Ia berupaya meningkatkan suasana hati seperti menyaksikan lelucon secara virtual serta saling bersendau gurau antarsesama pasien dan dengan tenaga medis.

Baca juga: Terapi Plasma Konvalesen digunakan untuk menurunkan angka mortalitas

Sesama pasien dan para tenaga medis juga saling menguatkan dan memotivasi satu sama lain. Ketika berinteraksi, mereka selalu ingat menyemangati sesama, setidaknya berkata "semangat pak", "semangat bu".

"Kami juga bahkan bersama-sama tim perawat yang bertugas, lakukan Tik-Tok melepas kebosanan dan kepenatan," tuturnya.

Teddy mengaku obat-obatan yang diberikan tidak banyak dan hanya sebatas jika ada keluhan. Setiap dua jam, pasien diminta melaporkan suhu badan. Mereka bisa berkomunikasi melalui grup Whatsapp.

Lewat Whatsapp itu, mereka bisa bercanda, memberikan laporan suhu tubuh, serta menyampaikan keluhan.

"Kalau ada keluhan-keluhan tertentu baru dikasih obat penangkal. Kebanyakan mereka menyarankan kita untuk lebih semangat jadi setiap saling ketemu antarpasien atau dengan perawat pas ketemu bilang semangat pak, semangat bu," tuturnya.

Menurut Teddy, hati yang gembira dan semangat menjadi kunci utama kesembuhan dari COVID-19.

"Di sana memang kita punya satu slogan bersama-sama kita sepakat bahwa hati yang gembira adalah obat yang manjur," ujarnya.

                                                                        Ikuti protokol
Setelah sembuh dari COVID-19, Teddy menuturkan tidak merasa ada perubahan apapun pada dirinya. Dia bisa beraktivitas kembali dan san saat bekerja dari rumah.

"Kita sebagai masyarakat memang mengikuti saran dari pemerintah atau ahli yang sudah pemerintah pakai untuk membuat protokol ini," ujarnya.

Teddy mengajak seluruh masyarakat bersama-sama menerapkan protokol kesehatan terkait dengan pandemi COVID-19 dalam rangka memutus mata rantai penularan virus itu.

Protokol itu, di antaranya menerapkan pola hidup bersih dan sehat, melakukan jaga jarak, memakai masker jika keluar rumah, dan menjaga imunitas tubuh.

Hal yang juga penting untuk menjaga imun tubuh adalah menjaga hati agar tetap dalam suasana gembira.

Jika dalam suasana sedih dan stres maka imun bisa turun dan rentan terhadap penyakit.

Baca juga: Doni imbau pasien sembuh COVID-19 donorkan plasma darah
Baca juga: Eijkman: terapi plasma konvalesen diterapkan di RSPAD Gatot Soebroto
Baca juga: KSAD: Uji coba plasma konvalesen eks-COVID-19 harus dengan persetujuan

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020