Jakarta (ANTARA) - Siang itu Balai Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terlihat ramai. Sejatinya, pemandangan ini tak pernah terlihat semenjak pandemi COVID-19 mulai melanda Tanah Air dimana warga daerah tersebut turut merasakan dampaknya.

Sekumpulan ibu-ibu dan bapak-bapak tampak duduk rapi di jejeran kursi hijau toska berbahan dasar plastik.

Mereka menggunakan masker dan jarak fisik antara satu dan lainnya pun telah diatur. Tanpa ada hiruk pikuk, mereka semua senantiasa menunggu giliran nama masing-masing dipanggil oleh petugas.

Mereka antri untuk pencairan Bantuan Sosial Tunai (BST) tahap I dan rela menunggu berjam-jam di balai desa setempat. Bukan tanpa alasan, momentum ini sudah mereka nantikan sejak beberapa waktu silam.

Apalagi, sebagian wilayah di Indonesia sudah selesai mendistribusikan bantuan ini untuk tahap pertama. Bahkan, tahap kedua sedang digadang-gadang untuk segera pula dilakukan.

Rentetan prosesnya memang tidak sesederhana atau semudah membagikannya ke masyarakat. Warga terdampak COVID-19 baik itu yang hilang mata pencahariannya, terhambat aktivitasnya dan sebagainya didata mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) setempat.

Data tersebut tidak selesai begitu saja. Melainkan diproses kembali di tingkat Rukun Warga (RW). Setelah itu, pengurus RW mengusulkan ke tingkat yang lebih tinggi siapa saja yang berhak menerima BST sebagai jaring pengaman sosial akibat dampak COVID-19.

Begitu seterusnya hingga Kementerian Sosial (Kemensos) turun tangan membagikan ke lapangan.

Baca juga: Pemprov Riau salurkan bansos tunai untuk 253.000 KK terdampak COVID-19

Baca juga: Kemensos: BST untuk 9 juta keluarga disalurkan pada Juni



Perbaiki rumah

Erianti (52), salah seorang penerima BST di Desa Sumber Jaya bahkan tak bisa berucap apa-apa kala hendak meluapkan kebahagiaan dan rasa syukur atas bantuan yang diterimanya. Mungkin bagi sebagian orang nominal bantuan itu tidak seberapa, namun bagi ibu dua anak ini uang Rp600 ribu dapat setidaknya membuat mereka sekeluarga tidur lebih nyenyak di malam hari.

Bagaimana tidak, dengan bantuan itu ia yakin mampu memperbaiki atap rumah yang sudah bocor sejak lama. Bahkan perbaikan itu ialah untuk pertama kalinya.

Bayangkan saja, setiap hujan turun maka rumah yang ditempati sejak suaminya masih hidup itu selalu digenangi air. Seringkali saat hujan deras, ia mesti menimba air yang masuk agar pembaringannya tetap dapat ditiduri.
 
Ahmat Sapibi salah seorang penerima Bantuan Sosial Tunai di Balai Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Bekasi. (ANTARA/Muhammad Zulfikar)


"Kebetulan rumah saya itu sekarang lagi bocor, dari kemarin ingin memperbaiki tapi tidak punya uang. Dengan uang ini setidaknya bisa saya tambal-tambal dulu bagian bocornya," ujar dia sembari terisak-isak menangis.

Erianti sebenarnya tidak pernah membayangkan hari itu bakal menerima uang Rp600 ribu. Baginya jumlah itu sangatlah besar dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan yang sangat mendesak terutama di tengah badai corona.

Selama ini, ia mengaku cukup sering dimintai foto kopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, namun tidak tau sama sekali berkas-berkas tersebut digunakan untuk apa. Sebagai orang awam, ia hanya memberikan apa yang diminta tanpa tau tujuannya.

Hal itu termasuk pula saat satu hari menjelang lebaran, dimana ketika itulah ia diberitahu oleh seseorang bahwa akan menerima BST di Balai Desa Sumber Jaya.

Baca juga: Pakar nilai Kemensos telah susun langkah antisipatif hadapi COVID-19

Baca juga: Pekan depan, BST tahap dua di Bekasi Selatan cair



Harap belas kasihan

Pada hari biasanya, Erianti mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Agar bisa mengisi perut dan menghidupi satu anak perempuannya yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), ia hanya berharap ada warga sekitar yang meminta bantuannya dengan imbalan upah.

Terkadang, warga sekitar yang merasa iba dengan kondisinya meminta bantuan perempuan kelahiran Sumatera Barat tersebut untuk sekadar memasak. Namun jika tidak ada yang meminta jasanya, maka satu-satunya harapan ialah berharap belas kasih dari masyarakat setempat.

"Alhamdulillah tetangga saya baik-baik semua, kadang diberi tetangga atau sanak saudara," katanya sambil mengusap air mata di pelipis matanya yang mulai sembab.

Meskipun kerap dibantu oleh warga sekitar, ia tak pernah lelah dan tetap berusaha mencari nafkah tanpa harus selalu bergantung pada orang lain. Sebab, ia menyakini apabila tekun dan bersungguh-sungguh maka akan selalu ada jalan.

Secara pribadi, ia sangat berharap pemerintah ke depannya dapat lebih jeli dan teliti dalam menyalurkan bantuan. Sebab setahunya masih banyak warga yang betul-betul membutuhkan, namun tidak tersentuh sama sekali.

Tidak jauh berbeda dari Erianti, BST yang disalurkan di Balai Desa Sumber Jaya pada Rabu (27/5) itu juga momentum yang ditunggu-tunggu oleh Nur (36) setelah proses pendataan penerima bantuan yang cukup panjang.

"Malam takbiran petugas RT datang ke rumah memberikan berkas tapi harus dikembalikan ke RW untuk diproses lagi," kata ibu tiga anak tersebut.

Baca juga: Penerima BST di Bekasi bersyukur terima Bantuan Sosial Tunai

Baca juga: Kemensos selesaikan BST tahap satu Kabupaten Bekasi dalam empat hari



Banyak belum dapat

Ia mengaku sangat bersyukur bisa menerima BST dari Kemensos sebab pada kenyataannya tidak semua orang di lokasi tempat ia tinggal bisa mendapatkan bantuan tersebut.

Bagaimana tidak, terdapat sekitar 20 rumah di sekitar lokasi pemukimannya namun hanya empat orang termasuk Nur yang menerima bantuan. Padahal, belasan warga lainnya juga tergolong tidak mampu secara ekonomi.

Namun, warga di RT 12 RW 41 Desa Sumber Jaya, Tambun Selatan, tersebut telah bertekad bantuan dari pemerintah pusat itu akan disumbangkan kembali kepada warga yang tidak terdata atau tidak memperoleh bantuan sama sekali.

Meskipun dalam kondisi ekonomi yang cukup sulit di tengah terpaan badai pandemi global COVID-19, sebagian besar warga masih memikirkan bagaimana saling membantu dengan membagi BST tersebut.

Bagi Nur dan penerima BST lainnya, saling membantu di saat pandemi COVID-19 jauh lebih penting daripada menikmati sendiri bantuan dari kementerian tersebut. Tidak mungkin mereka berusaha memenuhi kebutuhan mereka secukup-cukupnya, sementara masih ada tetangga mereka yang tidak makan.

"Insya Allah saya ikhlas karena sudah diniatkan," katanya.

Inisiatif untuk menyumbangkan kembali BST yang diterimanya tersebut muncul sebab ia menyadari betul sejumlah warga di tempat ia tinggal belum pernah sama sekali mendapatkan bantuan selama pandemi COVID-19. Termasuk di antara mereka ialah janda, tukang ojek serta pemulung.

Baca juga: Kemensos: BST tahap dua cair awal Juni

Baca juga: Ombudsman NTT catat keluhan bansos COVID-19 didominasi BST pusat


Lebih membutuhkan

Secara pribadi, ia merasa masih ada warga yang jauh lebih membutuhkan daripada dirinya meskipun dalam waktu bersamaan Nur juga terkendala pendapatan akibat COVID-19. Namun, setidaknya ia masih bisa mencari nafkah untuk sekadar membeli beras untuk dimasak.

Baginya, dengan menyumbangkan Rp400 ribu dari total Rp600 ribu BST yang diterima tidak akan mengurangi apapun. Ia kokoh dengan keyakinannya dimana masih akan ada rezeki dari Allah kepada manusia jika umatnya selalu bersyukur serta membantu orang yang susah.

Sehari-harinya, Nur berjualan makanan ringan melalui jual beli daring. Sebelum pandemi, ia bisa menjual barang dagangannya lima hingga 10 pengiriman. Hal berbeda ia rasakan saat ini yakni hanya mampu menjual satu atau dua saja.

Melihat kondisi yang tidak menentu saat ini, Nur tetap saja optimistis bahwa siapa saja bisa melalui tatanan hidup normal baru (new normal) sebagaimana terus didengungkan pemerintah akhir-akhir ini.

"Yang jelas kehidupan terus berjalan, kita harus berjuang lagi," katanya.

Baca juga: Kantor Pos Timika mulai salurkan BST

Baca juga: Polres Dairi segera kirimkan berkas perkara pemotongan dana BST



Beli seragam sekolah

Ungkapan rasa haru juga dilontarkan oleh Ahmat Sapibi (41) salah seorang pengemudi ojek daring di kawasan Kabupaten Bekasi.

Uang senilai Rp600 ribu tersebut rencanaya digunakan untuk membeli seragam sekolah anaknya yang saat ini masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Dengan jumlah bantuan itu, diakuinya memang masih kurang untuk mencukupi kebutuhan pokok lainnya. Apalagi satu orang anaknya juga sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) otomatis kebutuhan pun lebih besar lagi.

"Uang ini akan saya gunakan untuk membeli seragam sekolah anak," kata dia.

Sebagai pegemudi ojek daring, pendapatan Sapibi pun tidak menentu, ditambah lagi kondisi pandemi COVID-19 yang memaksanya tidak bisa membawa tumpangan selain mengandalkan jasa pengiriman makanan dan barang melalui aplikasi ojek daring.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia juga dibantu sang istri yang bekerja sebagai pembantu tangga di rumah orang. Sambil memperlihatkan enam lembar uang pecahan Rp100 ribu yang baru saja didapatnya, lelaki yang sudah menjadi tukang ojek daring sejak dua tahun terakhir itu mengucapkan rasa syukur karena telah dibantu saat situasi ekonomi makin terpuruk akibat COVID-19.*

Baca juga: Warga protes, istri dan aparat desa ikut menerima BST di Nagan Raya

Baca juga: Mensos siap salurkan BST tahap 2 di Pekalongan

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020