Jika kita bicara siapa yang salah, sebenarnya kita sendiri
Jakarta (ANTARA) - Indonesia perlu melakukan langkah mitigasi dengan melakukan penelitian mendalam tentang zoonosis mengingat kekayaan alam dan satwa liar yang ada di Tanah Air, kata pakar zoologi Cahyo Rahmadi.

"Langkah mitigasi dalam konteks bagaimana sebenarnya konteks satwa liar dan virus yang ada di dalamnya. Ini akan berguna seperti saat ini ketika muncul pandemi," ujar Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu dalam diskusi via konferensi video di Jakarta, Senin.

Upaya mitigasi itu perlu dilakukan agar bisa dilakukan pelacakan asal usul suatu wabah zoonosis atau penyakit yang disebabkan atau ditularkan dari satwa liar tertentu.

Hal itu perlu dilakukan mengingat meningkatnya wabah penyakit yang disebabkan dari penularan hewan ke manusia, termasuk dengan pandemi COVID-19 yang sedang terjadi di seluruh dunia saat ini.

Baca juga: Dokter hewan: Perlu riset mendalam penularan COVID-19 ke hewan

Baca juga: Praktisi ingatkan ancaman zoonosis saat musim pancaroba


Terkait peningkatan itu, Cahyo menegaskan dalam diskusi yang diadakan oleh Greenpeace Indonesia tersebut bahwa aktivitas manusia di hutan menjadi salah satu faktor dalam tren peningkatan.

Hewan liar yang ada di hutan tidak bisa disalahkan menjadi penyebab penyakit karena pada dasarnya di dalam tubuh mereka secara alami memang mengandung berbagai macam virus dan bakteri.

Aktivitas manusia seperti perambahan hutan dan penangkapan hewan liar untuk tujuan konsumsi atau dijadikan hewan peliharaan ikut berkontribusi dalam peningkatan kontak manusia dengan satwa liar yang sudah memiliki virus alami di dalam tubuhnya.

Dia mengambil contoh bagaimana beberapa wabah penyakit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena kontak manusia dengan hewan liar yang meningkat.

SARS yang terjadi pada 2003 misalnya, terjadi ketika virus corona yang berada di kelelawar menginfeksi hewan perantara musang atau chivet yang kemudian menginfeksi manusia ketika terjadi kontak. Kedua hewan itu biasa ditemukan di alam liar dan bukan merupakan hewan peliharaan.

MERS yang muncul pada 2012 juga tertular ke manusia lewat hewan perantara unta. COVID-19 yang sedang mewabah juga, menurut penelitian sementara, berasal dari trenggiling.

"Jika kita bicara siapa yang salah, sebenarnya kita sendiri. Kita sekarang sedang menuai hasilnya ketika selama ini kita tidak sadar mengeksploitasi habis-habisan dari hutan menjadikannya kebun atau lahan industri ekstraktif dan lain-lain," tegas Cahyo.

Baca juga: Antisipasi zoonosis, Jateng batasi lalu lintas hewan ternak

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020