jadi kenapa harus bergantung pada APBN
Bogor (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan bandar antariksa internasional di Pulau Biak, Provinsi Papua, akan dikembangkan melalui skema konsorsium dengan menggandeng investor internasional.

"Kita harapkan LAPAN nantinya dengan dukungan kami di kementerian bisa menggandeng investor internasional dalam bentuk konsorsium sehingga bandaranya nanti tidak hanya bandaranya Indonesia tapi bandar antariksa internasional," kata Menristek Bambang kepada wartawan saat mengunjungi Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, Jumat.

Dia mendorong Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk segera bisa merealisasikan bandar antariksa internasional karena angkasa luar sudah menjadi bisnis besar bahkan yang bermain di bisnis angkasa luar di Amerika Serikat bukan lagi hanya National Aeronautics and Space Administration (NASA) milik Amerika Serikat tapi perusahaan swasta.

Menristek berharap agar di masa depan dapat menyaksikan satelit komunikasi Indonesia yang dibuat oleh LAPAN dan diluncurkan dari bandar antariksa internasional yang ada di Indonesia dan dibawa oleh roket yang juga dibuat oleh LAPAN.

"Suatu saat kita ingin menuju kepada kemandirian kita dalam penguasaan angkasa luar," ujarnya.

Tentu pengembangan bandar antariksa internasional di Pulau Biak dilakukan secara bertahap karena Indonesia ingin membangun dua bandar antariksa yakni skala kecil dan skala besar.

"Tentunya saat ini kita sedang melakukan kontak dengan beberapa investor potensial," ujar Menteri Bambang.

Baca juga: LAPAN gandeng Universitas Cenderawasih susun amdal bandar antariksa

Baca juga: Lapan cita-citakan Biak menjadi "space island"


Menristek Bambang mengatakan pihaknya tidak akan mendorong penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terlalu banyak untuk pembiayaan pembangunan bandar antariksa internasional, tapi lebih banyak melibatkan investor internasional.

"Kita akan mendorong skema PPP (Public Private Partnership), KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) karena banyak investor yang berminat, jadi kenapa harus bergantung pada APBN," tuturnya.

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin menuturkan ada beberapa pihak terutama dari negara di kawasan Asia Pasifik seperti India yang menyatakan keinginan untuk mendalami lebih jauh kerja sama pembangunan badan antariksa di Indonesia.

Dia mengatakan bandar antariksa internasional tersebut akan dapat menyediakan jasa peluncuran roket yang menarik untuk berbagai pihak.

Thomas menuturkan pada tahap awal, pihaknya akan membuat masterplan untuk bandar antariksa skala kecil, dilanjutkan dengan membuat analisis dampak lingkungan.

LAPAN juga akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian dan lembaga untuk mewujudkan pembangunan bandar antariksa itu.

Kemudian, LAPAN akan menindaklanjuti calon-calon mitra internasional yang potensial untuk bekerja sama membiayai dan membangun bandar antariksa.

"Kami sedang menyiapkan masterplan paling tidak tahun depan kira-kira sudah punya gambaran bandar antariksa seperti apa, kemudian nanti perkiraan biaya khusus untuk LAPAN saja itu berapa, kemudian kalau dapat mitra internasional nanti ya dibicarakan bersama biayanya seperti apa," ujarnya.

Diharapkan dalam periode 2020-2021, LAPAN sudah mempunyai gambaran untuk perencanaan pembangunan bandar antariksa internasional itu.

LAPAN ingin sebelum 2024 bandar antariksa skala kecil di Pulau Biak sudah bisa dioperasikan, setidaknya untuk uji terbang roket bertingkat yang sedang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Roket LAPAN.

Baca juga: Menristek: APBN dan bantuan mitra dukung pembangunan bandar antariksa
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020