Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hukum Universitas Parahyangan, Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH, mengatakan langkah yang dilakukan sejumlah pedagang tradisional wilayah Kota Bogor dalam mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) terhadap Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) sudah tepat.

"Berhak untuk mengujinya di MA. Nah pengujiannya akan kelihatan kebijakannya, apakah sudah arif dan adil. Apakah bermanfaat atau nggak. Nanti MA yang akan menilai substansi itu," kata Asep dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa.

Baca juga: Petani tembakau perlu dilibatkan dalam penyusunan Perda KTR
Baca juga: Pemkot Depok segera revisi Perda KTR


Dia menilai daripada melakukan debat atas kebijakan Perda KTR di ruang publik, lebih baik di pengadilan, karena akan lebih terukur.

"Di tangan ahli, semua akan diukur dalam uji materi itu,” jelas Asep.

Menurut Asep, Pemerintah Daerah tidak boleh sewenang–wenang untuk menghilangkan hak masyarakatnya untuk beraktivitas ekonomi atau kegiatan usaha.

"Ya, itu juga harus diperhatikan. Jangan sampai mengurangi hak untuk berusaha. Kan ada hak juga untuk mendapatkannya di ruang publik,” kata Asep.

Perda KTR Kota Bogor menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat, karena sejak awal pembentukan hingga revisi Raperda, terdapat poin yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu PP 109 Tahun 2012.

Poin yang banyak disorot adalah larangan pemajangan produk tetap dimuat.

Hal tersebut dinilai banyak pihak mengabaikan kesepakatan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan (PUU) melalui jalur non litigasi antara Pemkot Bogor dan para pemangku kepentingan industri hasil tembakau.

Kemendagri telah menyatakan bahwa kewenangan saat ini ada di DPRD dalam melakukan pengawasan, memperbaiki atau mencabut Perda. DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislative review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.

Baca juga: 20 kota dan kabupaten di Jabar dan Banten pelajari KTR di Kota Bogor
Baca juga: Perda KTR dinilai tak sesuai aturan nasional


Sementara untuk Perda provinsi yang telah diundangkan, dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota, maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert NA Endi Jaweng berpendapat, langkah yang dilakukan oleh pedagang tradisional Kota Bogor sudah ideal karena Kementerian sudah tidak punya wewenang untuk mencabut Perda.

"Saya tahu bahwa Pemkot Bogor, yang mengeluarkan aturan tersebut, tidak akan mencabutnya. Jadi yang paling masuk akal dilakukan adalah judicial review. Soalnya, ini penting mengingat substansinya adalah kepastian hukum. Kita tidak bicara soal moral, soal setuju atau tidak dengan rokok ya,” ucap Endi.

Endi menambahkan Perda KTR Kota Bogor tergolong cacat hukum karena bertentangan dengan aturan pusat. Sebelumnya Endi juga telah melakukan kajian mengenai Perda–Perda bermasalah yang menghambat investasi salah satunya Perda KTR.

Seperti diketahui, sejumlah pedagang tradisional mengajukan gugatan uji materiil Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 10 tahun 2018, tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) ke Mahkamah Agung. Gugatan tersebut dilayangkan pada 5 Desember 2019 dan sudah tercatat dengan nomor perkara 4P/HUM/2020.Para pemohon menilai Perda KTR Bogor tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dan mengandung ketentuan yang jauh di luar kewajaran.

Baca juga: Kabupaten Klungkung terapkan Perda KTR sebagai aturan adat
Baca juga: Dua kampus di Surabaya tempat sosialisasi Perda kawasan tanpa rokok


Pewarta: Joko Susilo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020