Pertemuan saya dengan Presiden 2014 lalu menghasilkan sebuah kesepahaman bahwa perlu ada BNRA. Tumpang tindih lahan ini kan masalah lama, sepanjang presiden tidak ambil alih, saya pesimistis penyelesaian konflik agraria
Palu (ANTARA) - Pegiat sekaligus aktivis reforma agraria, Eva Bande, yang merupakan peraih penghargaan Yap Thiam Hien Award Tahun 2018 menyarankan kepada pemerintah untuk membentuk Badan Nasional Reforma Agraria (BNRA) agar penyelesaian sengketa dan konflik agraria dapat terselesaikan dengan cepat.

Eva Bande mengatakan ada persoalan tumpeng tindih lahan yang bersifat mendesak sehingga perlu diselesaikan pada tingkat presiden, tidak hanya pada tingkat menteri.

“Pertemuan saya dengan Presiden 2014 lalu menghasilkan sebuah kesepahaman bahwa perlu ada BNRA. Tumpang tindih lahan ini kan masalah lama, sepanjang presiden tidak ambil alih, saya pesimistis penyelesaian konflik agraria,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Palu, Rabu.

Eva mengaku menyampaikan pentingnya pembentukan BNRA dalam satu kesempatan Simposium Reforma Agraria di Palembang, Sumatera Selatan, pada Senin (9/12).

Ia menilai BNRA dapat dibentuk lewat keputusan presiden, dengan begitu BNRA dapat bekerja langsung di bawah pengawasan presiden.

Dia mengemukakan, meskipun sudah ada Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, kinerja Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di semua tingkatan belum mampu menjawab kebutuhan mendesak rakyat atas kepemilikan dan penguasaan lahan, terlebih penyelesaian sengketa dan konflik.

“Konflik yang berjenjang di jawab pemerintah dengan berjenjang pula. Lama sekali. Harusnya diselesaikan langsung di tataran pengambil keputusan.,” katanya.

Ia mengemukakan bahwa dari sebanyak 126 juta sertifikat tanah rakyat baru terdistribusi 46 juta. Dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) baru sekitar 63 persen dari 4,65 juta hektare tanah yang terealisasi. Sedangkan target pemerintah terkait reforma agraria sekitar 9 juta hektare tanah. Di sisi lain, penyelesaian sengketa dan konflik agraria terkesan lamban.

“BNRA akan menjadi solusi bagi penyelesaian sengketa karena akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai integritas dan memahami dinamika konflik di level akar rumput. Masyarakat terdampak konflik sangat menunggu aksi nyata pemerintah,” demikian Eva Bande.

Baca juga: Kemenko Agraria dibutuhkan di Indonesia, sebut akademisi

Baca juga: Komnas HAM: RUU Pertanahan tak hadirkan penyelesaian konflik

Baca juga: Menanti solusi terbentuknya Kemenko Agraria

Baca juga: RUU Pertanahan dinilai bertentangan dengan keinginan Presiden


Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019