Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mewakili Indonesia mengikuti pameran internasional inovasi pelayanan publik pada ajang the 2nd ASEAN-RoK Ministerial Roundtable and Exhibition on Public Service Innovation di Busan, Korea Selatan.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkumham Molan Tarigan, dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Senin, menyampaikan bahwa kesempatan DJKI dalam mengikuti pameran ini tidak lepas dari capaiannya dalam menghadirkan inovasi Pencatatan Hak Cipta dengan Teknologi Kriptografi.

Baca juga: KBN targetkan jual 50 hak cipta pada Frankfurt Book Fair

Baca juga: Penerbit asing beli 23 hak cipta buku Indonesia

Baca juga: Penerbit jual hak cipta buku mata pelajaran ke sejumlah negara


“Sebelumnya kita berhasil masuk peringkat pertama ajang Top 40 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB),” ujar Molan saat dijumpai di booth DJKI pada pameran internasional inovasi pelayanan publik di Busan, Senin waktu setempat.

Pameran ini juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo bersama pejabat tinggi setingkat menteri, yang melihat secara langsung inovasi pelayanan publik dilakukan negara-negara ASEAN lainnya.

Sementara itu Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Diah Natalisa mengatakan pencatatan hak cipta kriptografi yang diakses secara daring ini dapat memudahkan para kreator, dosen, peneliti, penulis buku, maupun pekerja seni dalam melindungi karya mereka.

“Sebab inovasi yang telah dikembangkan sejak tahun 2015 ini memiliki keunggulan layanan 24 jam yang dapat diakses kapan pun dan di mana saja,” ucap Diah saat menjelaskan keunggulan inovasi e-Hak Cipta kepada Presiden RI Joko Widodo saat pameran berlangsung.

Selain itu, dari sisi keamanan, penerapan teknologi kriptografi pada sertifikat digital dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjadikan dokumen tersebut memiliki tingkat keamanan yang tinggi, dengan disertai QR Code yang tertera pada sertifikat sehingga mempermudah untuk validasi keaslian data.

“Inovasi ini juga memangkas jangka waktu pencatatan hak cipta yang dulunya selesai dalam waktu 120 hari atau lebih, kini dapat dipangkas menjadi satu hari,” tutur Molan.

Kemudahan lainnya, kata Molan, adalah dari sisi pembayaran tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terintegrasi dengan SIMPONI Kementerian Keuangan RI yang dapat dilakukan di 78 bank serta e-Commerce seperti tokopedia.

Dengan adanya sistem tersebut, terjadi kenaikan prosentase pencatatan hak cipta. Statistik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara eksponensial dengan diterapkannya pencatatan ciptaan secara elektronik melalui aplikasi e-HakCipta.

Molan mengungkapkan, bahwa pada tahun 2018 sampai 2019, jumlah pencatatan hak cipta yang diterima DJKI sebesar 59.453. Sedangkan di tahun 2015 dan 2016, jumlah yang di terima DJKI hanya 13.708 pencatatan.

“Dari data tersebut, menandakan bahwa dengan adanya aplikasi e-Hak Cipta, kepedulian masyarakat untuk melindungi karyanya melalui pencatatan hak cipta ke DJKI menjadi sangat tinggi,” kata dia.

Baca juga: Pemerintah perlu permudah perizinan hak cipta ekonomi kreatif

Baca juga: Pembajakan online di medsos rugikan hak cipta konten kreator

Baca juga: Anang berharap hak cipta dan musik terus disuarakan anggota parlemen


Molan menambahkan kesuksesan inovasi pencatatan hak cipta yang dikembangkan oleh DJKI ini menjadi perhatian sejumlah kantor kekayaan intelektual di dunia, salah satunya Organisasi Kekayaan Intelektual Regional Afrika atau African Regional Intellectual Property Organization (ARIPO).

“ARIPO yang beranggotakan 19 negara dari Benua Afrika ini berencana akan mengadopsi sistem yang dibuat oleh DJKI. ARIPO beranggapan sistem tersebut sangat tepat untuk diterapkankan di negara-negara anggotanya,” ujar molan.

Disamping itu Molan melanjutkan, dibangunnya inovasi e-HakCipta secara daring tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima serta bebas dari pungli dan korupsi.

Dampak positif lainnya, kata dia, meningkatnya jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi kekayaan intelektual.

Peningkatan kesadaran masyarakat tersebut nantinya dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional, sebab, di era industri 4.0, negara-negara dapat menguasai pasar global dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya, khususnya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019