Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Ledia Hanifa Amaliah berharap agar Undang-Undang (UU) Jaminan Produk Halal yang telah resmi diberlakukan dapat meningkatkan kinerja industri makanan dan minuman yang beredar di Indonesia.

"Kita berharap tidak ada lagi keraguan masyarakat saat akan mengonsumsi makanan, minuman, obat, dan kosmetika karena setiap produk yang beredar sudah memenuhi standar kehalalan dan keamanan yang dijamin negara," kata Ledia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat,

Dengan adanya UU Jaminan Produk Halal, pengurusan sertifikat halal bagi produk-produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia (termasuk obat dan kosmetika secara bertahap) menjadi wajib untuk diurus para produsen atau pelaku usaha.

Baca juga: Proses sertifikasi halal sudah siap dilayani di Sumsel

Terkait dengan adanya kritik pada badan dan peraturan turunan hingga kekhawatiran beberapa pihak soal hilangnya kewenangan MUI, Ledia menyarankan semua pihak agar menahan diri dan membaca undang-undang dengan cermat.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal adalah penyelenggara sistem jaminan produk halal sesuai dengan amanah undang-undang, dengan beberapa kewenangan yang perlu dikoordinasikan dengan Majelis Ulama Indonesia. Sementara itu, MUI sendiri memiliki kewenangan khusus terkait dengan penetapan kehalalan produk.

"Ini berarti kedua belah pihak saling terkait dan bekerja sama dalam keberlangsungan penyelenggaraan sistem jaminan produk halal, tidak ada istilah saling meniadakan," jelasnya.

Politikus PKS itu juga berharap agar peraturan turunan yang diamanahkan oleh UU supaya implementasi dari perundang-undangan tersebut juga menjadi komplet.

Sebelumnya, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan menyampaikan MUI perlu berkolaborasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memberikan jaminan produk halal.

Baca juga: Akademisi: produk halal bisnis yang menggiurkan

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia telah berpengalaman melakukan sertifikasi sekitar 60.000 perusahaan selama 30 tahun, sedangkan tugas BPJPH ke depan jauh lebih berat lagi, di antaranya menyertifikasi halal lebih dari 1,6 juta usaha mikro dan kecil menengah (UMKM) makanan dan minuman dalam waktu singkat.

"Oleh karena itu, keduanya perlu berkolaborasi dan bersinergi secara optimal," ujar Ketua BPKN Ardiansyah Parman di Jakarta, Selasa (24/9).

Kolaborasi itu, lanjut dia, akan dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen maupun pelaku usaha mengingat 80 persen penduduk Indonesia merupakan muslim sehingga merasa wajib mendapat kepastian jaminan produk halal.

Sementara itu, Wakil Direktur LP POM MUI, Sumunar Jati mengatakan bahwa pihaknya masih menanti terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) yang merupakan turunan UU Jaminan Produk Halal (JPH).

Baca juga: Kadin dukung keberadaan UU Jaminan Produk Halal

Ia berharap persyaratan halal tidak menyulitkan pelaku usaha, tetapi merupakan bentuk penguatan tambahan terhadap kegiatan jaminan produk halal di Indonesia, bukan pengambilalihan.

"Karena sifatnya penguatan, substansi halal tetap di MUI tapi administrasinya di pemerintah," katanya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019