Banda Aceh (ANTARA) - Legislator yang juga Anggota DPR RI HM Nasir Djamil mengatakan, Presiden RI Joko Widodo jangan sampai dilema terkait undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apakah mengeluarkan perppu atau tidak

"Persoalan UU KPK jangan sampai berlarut-larut. Presiden jangan dilema soal ini. Kalau terbitkan perppu silakan, kalau tidak juga tidak apa-apa," kata HM Nasir Djamil di Banda Aceh, Rabu.

Baca juga: Praktisi sebut tiga syarat kegentingan dikeluarkannya Perppu KPK

Baca juga: Penggiat antikorupsi akan solid bersama mahasiswa jika akan turun lagi


Baca juga: Emerson: "Framing" anggota DPR prokoruptor terbangun dengan sendirinya

Baca juga: ICW: Ada 10 konsekuensi timbul bila presiden tak keluarkan Perppu KPK


Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan, persoalan UU KPK di DPR sudah selesai. DPR sudah menyetujui pengesahan UU KPK tersebut.

Kini, lanjut HM Nasir Djamil, tinggal lagi keputusan Presiden apakah mengesahkan UU KPK atau mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu.

"Masalah ini merupakan hak Presiden. Kalau Presiden ada hal penting dan genting bisa mengambil langkah dengan menerbitkan perppu. Kalau menerbitkan perppu tentu ada konsekuensinya," sebut HM Nasir Djamil.

Penertiban perppu biasanya dilakukan tiga bulan atau satu masa persidangan DPR RI. Sebelum diterbitkan oleh Presiden RI, perppu harus mendapat persetujuan atau tidak oleh DPR RI.

"Kalau pun Presiden tidak mengeluarkan perppu, juga harus dijelaskan kepada elemen masyarakat, terutama yang mendesak dikeluarkannya perppu UU KPK, sehingga persoalan ini menjadi jelas," kata HM Nasir Djamil.

Terkait dengan RUU KUHP, Anggota Komisi III DPR RI 2014-2019 itu menyebutkan, pengesahan rancangan undang-undang tersebut sudah diputuskan ditunda.

"Penundaan ini setelah memahami aspirasi masyarakat, termasuk mahasiswa. Penundaan tersebut diputuskan dalam sidang terakhir DPR RI 2014-2019," sebut HM Nasir Djamil.

HM Nasir Djamil menyebutkan, DPR RI 2019-2019 memungkinkan mengambil alih RUU KUHP. Dam ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Bamsoet: DPR-pemerintah agar serap aspirasi masyarakat perbaiki RKUHP

Baca juga: DPR sepakat RKUHP dan empat RUU dibahas periode mendatang

Baca juga: Praktisi: RKUHP tanpa mental kuat aparat akibatkan korupsi lebih besar


"Ambil alih juga ada ketentuan. Kalau pembahasan di atas 50 persen, maka tinggal dilanjutkan DPR. Kalau belum, maka pembahasannya harus diulang," kata HM Nasir Djamil.

Kalau pembahasan diulang, lanjut mantan Anggota DPRD NAD itu, menjadi tugas pemerintah. Sebab, RUU KUHP merupakan inisiatif eksekutif atau pemerintah.

"Karena itu, kami meminta pemerintah segera mengambil sikap menyelesaikan persoalan RUU KUHP. Kalau memang dibahas ulang, pemerintah harus mengajak semua komponen masyarakat," pungkas HM Nasir Djamil.

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019