Jakarta (ANTARA) - Direktur Hukum Wain Advisory, Sulthan Muhammad Yus, menyarankan agar segera dilakukan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 jika masyarakat terus mendorong agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Lakukan amendemen UUD 1945, kita balik semua konstitusi kenegaraan kita. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga yang mengontrol semua aktivitas suprapolitik kita," kata Sulthan saat menjadi pembicara dalam acara "Habis Demo Terbitlah Perppu di Tebet Jakarta Selatan, Selasa.

Ia mengatakan kewenangan mengeluarkan Perppu adalah kewenangan legislasi yang diberikan kepada Presiden. Namun, Perppu itu tidak bisa keluar serta-merta, seperti saat Presiden bangun tidur misalnya.

Karena, persetujuannya nanti harus tetap melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kewenangan legislasi ini membagi kekuasaan antara DPR dan Pemerintah.


"Kewenangan legislasi itu ada di DPR pascaamendemen UUD 1945. Itu hak mutlak di DPR meskipun secara kolektif kolegial, pemerintah juga bisa mengeluarkan UU," ujar Sulthan.

Dalam masalah revisi UU KPK, ia ingin masyarakat melihat persoalannya secara objektif. Ia mengatakan Presiden Joko Widodo memberikan persetujuan bersamanya lewat Surat Presiden yang dibacakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) 2014-2019, Yasonna Laoly.

Setelah proses persetujuan bersama, UU pun diketok palu dalam sidang Paripurna. Kendati belum diundangkan karena katanya ada permasalahan redaksional, makanya tidak ditandatangani.

Menurut dia, kondisi sosial yang terjadi saat ini tidak masuk yang dipersyaratkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2009.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pascagugatan Perppu tahun 2009 menyebutkan kalau berdasarkan pertimbangan hukum maka dibolehkan Presiden mengeluarkan Perppu dengan syarat tertentu.

"Kenapa tiba-tiba ada Perppu. Ini karena ada incidental power (situasi genting) bagi Presiden. Di sana nanti ada subjektivitas Presiden untuk menilai akan mengeluarkan Perppu atau tidak," ujar Sulthan.

Pertama, Perppu bisa dikeluarkan dalam kondisi kekosongan hukum. Kedua, Perppu bisa dikeluarkan dalam kegentingan memaksa. Ketiga, Perppu dikeluarkan untuk menyelesaikan persoalan yang harus diselesaikan segera.

Perppu yang dikeluarkan pun berlaku sementara sampai DPR bersidang di periode selanjutnya untuk mengeluarkan Undang-Undang baru berdasarkan pertimbangan subjektivitas Presiden tadi.

Namun, Sulthan melihat ada kecenderungan adanya suatu kegentingan yang dipaksakan saat ini. Sebab, UU KPK nya sudah disepakati bersama DPR dan Pemerintah. KPK juga masih berjalan dan kondisinya normal.

"Kalau DPR mengambil sikap Perppu ini tidak layak, maka Perppu bisa dicabut. Maka, kembali ke UU lama," ujar Sulthan.

Baca juga: Zulkifli Hasan sebut semua partai setuju amendemen terbatas UUD

Baca juga: Sikap Jokowi terkait amendemen UUD 1945 dipuji

Baca juga: Pengamat setuju amendemen terbatas UUD 1945

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019