Sebelumnya memang ada perintah terkait pengendalian BBM bersubsidi biosolar dari BPH Migas melalui surat edaran BPH Migas tertanggal 27 September 2019. Namun pada perkembangannya di lapangan, akhirnya BPH memberikan perintah kepada Pertamina untuk me
Pekanbaru (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) I Sumatera Bagian Utara menyebutkan bahwa distribusi biosolar bersubsidi di Riau kembali normal meski sebelumnya ditemukan banyak distribusi yang kurang tepat sasaran.

Kepala Unit Manager Communication dan CSR Pertamina MOR I, Roby Hervindo di Pekanbaru, Selasa, mengatakan lancarnya distribusi bahan bakar minyak (BBM) tersebut terjadi setelah pihaknya mengembalikan pasokan ke kondisi semula sesuai perintah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) per l 30 September 2019.

Ia mengatakan sebelumnya memang ada perintah terkait pengendalian BBM bersubsidi biosolar dari BPH Migas melalui surat edaran BPH Migas tertanggal 27 September 2019. Namun pada perkembangannya di lapangan, akhirnya BPH memberikan perintah kepada Pertamina untuk membatalkan pemberlakuan surat edaran tersebut.

"Kini sesuai data normal penyaluran biosolar di Riau sampai dengan September sudah melebihi kuota yang ditetapkan BPH Migas sebesar 10 persen. Sudah tersalurkan lebih dari 595 ribu KL dari kuota 542 ribu KL," tuturnya.

Baca juga: Kadin apresiasi revisi edaran BPH Migas

Dengan kembali normalnya distribusi biosolar bersubsidi, diharapkan tidak ada lagi gejolak di masyarakat meski penyalurannya ada yang tidak tepat sasaran.

Ia menengarai  ada pihak-pihak tertentu seperti industri yang tidak berhak atas BBM bersubsidi itu justru menjadi penggunanya dengan jalur ilegal.

Padahal sesuai Perpres 191 tahun 2014, biosolar bersubsidi diperuntukkan bagi usaha mikro kecil (UMK), nelayan, petani, kendaraan umum, dan pelayanan umum.

Roby mengatakan selama ini pengawasan sudah dilakukan dengan maksimal agar biosolar itu tepat sasaran, dan distribusinya juga sudah diperkirakan sesuai kapasitas peta masyarakat miskin. "Akan tetapi tetap saja menjadi blunder dan selalu ada kekurangan di lapangan," katanya.

Ia juga menyangkal bahwa erdapat antrean BBM bersubsidi di suatu wilayah sebagai pertanda ada kelangkaan. Antrean mengindikasikan ada peningkatan konsumsi, dalam hal ini BBM biosolar.

Direktur Pemasaran Ritel Pertamina Mas'ud Khamid mengatakan Riau termasuk salah satu provinsi yang konsumsi biosolar bersubsidi tidak tepat sasaran karena diindikasikan sebagai daerah industri berkembang.

Baca juga: Pertamina lampaui target BBM Satu Harga

"Memang kalau melihat penyaluran yang melebihi kuota, perlu ada sinergi pengawasan penyaluran agar lebih tepat sasaran. Ini indikasinya, kendaraan-kendaraan industri yang tidakberhak, justru pakai biosolar bersubsidi," katanya.

Karena itu, ia juga berharap semua unsur khususnya pemda ikut terlibat dalam pengawasan karena sesuai Peraturan Menteri ESDM, pengawasan penyaluran BBM subsidi juga menjadi tanggung jawab pemda dan aparat.

BPH Migas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan pengawasan terhadap penyediaan dan distribusi BBM  dan gas bumi serta pengangkutan gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir.

Pewarta: Vera Lusiana
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019