Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi  (BPPTKG) menyebutkan suplai magma masih aktif berlangsung di Gunung Merapi sehingga awan panas masih berpotensi terjadi, baik berupa awan panas guguran maupun letusan.

“Sejak 29 Januari hingga saat ini, tercatat 108 kali kejadian awan panas. Karena suplai magma masih terus berlangsung, maka kejadian awan panas masih berpotensi terjadi,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Senin.

Baca juga: Hujan abu terjang sebagian wilayah Srumbung Magelang

Menurut dia, suplai magma yang berlangsung secara aktif tersebut dapat ditunjukkan dari data pemantauan kegempaan yang terekam, yaitu gempa “volcano tectonic” dalam maupun dangkal serta gempa “multiphase” dengan jumlah yang cukup signifikan.

“Data dari seismograf pun mengalami kenaikan yang signifikan dalam tiga bulan terakhir. Kami juga menangkap gejala deformasi tetapi belum terlalu jelas. Ini menunjukkan bahwa suplai magma terus terjadi,” katanya.

Meskipun terjadi peningkatan data seismograf, lanjut Agus, namun kondisi Gunung Merapi sampai saat ini masih ditetapkan dalam status waspada dan tidak menjadikan ancaman bahaya gunung berapi aktif tersebut menjadi semakin meningkat.

“Rekomendasi kepada masyarakat juga tetap sama, yaitu menghindari wilayah bahaya dari luncuran awan panas dan lontaran material erupsi pada jarak tiga kilometer dari puncak,” katanya.

Sedangkan mengenai kejadian awan panas letusan pada Minggu (22/9) sekitar pukul 11.36 WIB, Agus mengatakan, bahwa hal tersebut terjadi karena ada dorongan gas dari dalam tubuh gunung yang mendobrak kubah lava.

Baca juga: Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran sejauh 1,5 Km

“Akibatnya, awan panas didahului letusan gas yang kemudian menimbulkan kolom asap. Awan panas pada Minggu (22/9) memang berbeda dari biasanya yang berupa awan panas guguran,” katanya.

Awan panas letusan yang memiliki durasi 125 detik tersebut sempat menimbulkan kolom asap setinggi 800 meter dan ada laporan hujan abu tipis di wilayah Tempel Sleman dengan jarak 15 kilometer arah barat daya Merapi.

Agus mengatakan, letusan yang menyertai awan panas dapat terjadi karena magma juga memproduksi gas dengan tekanan yang tidak selalu berada dalam kondisi yang stabil.

“Oleh karenanya, jika terjadi peningkatan tekanan gas secara tiba-tiba dan gas terlepas, maka akan terjadi letusan. Rekahan-rekahan yang ada di kubah lava bertindak seperti katup,” katanya.

Selain itu, letusan yang menyertai awan panas pada Minggu (22/9) juga dapat terjadi jika gas yang terbentuk bersama dengan produksi dan suplai magma terjebak dan terjadi dinamika tekanan sehingga menyebabkan letusan.

Meskipun terjadi awan panas letusan, Agus memastikan jika kubah lava yang ada saat ini masih dalam kondisi yang stabil. Berdasarkan pemantauan pada 19 September, volume kubah lava diperkirakan mencapai 468.000 meter kubik.

“Dari awan panas letusan kemarin, volume kubah lava yang dilontarkan diperkirakan mencapai 50.000 meter kubik. Kami perkirakan dari jarak luncur yang mencapai 1.200 meter,” kata Agus.

Baca juga: Guguran lava keluar dari Gunung Merapi sejauh 550 meter
Baca juga: Warga Selo Boyolali tidak terdampak hujan abu dari Gunung Merapi
Baca juga: BPBD Sleman: Awan panas Gunung Merapi akibatkan hujan abu


Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019