Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan menyatakan ekspor produk minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan produk turunannya asal Indonesia ke India dipastikan meningkat, setelah India menyeterakan tarif bea masuk Indonesia dan Malaysia.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan India telah menyetujui untuk menyamakan bea masuk minyak sawit olahan yang telah disuling (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/ RBDPO) asal Indonesia dengan bea masuk yang dibebankan ke Malaysia.

Baca juga: Akibat hambatan dagang, ekspor minyak sawit hanya naik 10 persen

Baca juga: Selain pajak, Rusia juga berencana perketat standar CPO Indonesia


"Jadi, ekspor kita punya peluang sangat besar untuk naik dalam beberapa bulan ke depan. Ini pasti naik ekspor kita ke India setelah diputuskan minggu lalu," kata Indrasari di Kementerian Perdagangan Jakarta, Senin.

Sebelumnya sejak 1 Maret 2018, India menaikkan bea masuk terhadap produk CPO Indonesia dari 30 persen menjadi 44 persen serta produk turunannya dari 40 persen menjadi 50 persen.Hal serupa dilakukan India terhadap produk CPO Malaysia. Hanya saja, kenaikan yang ditetapkan kepada Malaysia hanya sampai 45 persen atau 5 persen lebih rendah dari Indonesia.

Namun dalam Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (Asean Economic Ministers' Meeting/AEM) ke-51 pada Selasa (10/9) malam di Bangkok, Thailand, Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal menyatakan bahwa secara administrasi, bea masuk RBDPO Indonesia dan Malaysia sudah disetarakan.

Permintaan penyamaan tarif bea masuk RBDPO Indonesia dan Malaysia sebelumnya dilontarkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada pertemuan bilateral dengan Goyal di sela AEM, MInggu (8/9) di Bangkok, Thailand.

Baca juga: GAPKI sebutkan kendala ekspor di pasar baru CPO

Penyamaan tarif RBDPO sebenarnya komitmen Indonesia dan India di bawah perjanjian ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). India selama ini memberikan keringanan bea masuk RBDPO kepada Malaysia karena kedua negara itu memiliki perjanjian perdagangan bilateral "India and Malaysia Implement Comprehensive Economic Cooperation Agreement" (IMCECA).

Dengan adanya penyamaan tarif ini, bea masuk produk CPO Malaysia dinaikkan menjadi 50 persen, mengikuti tarif yang diberlakukan untuk Indonesia.

"Indonesia meminta menyamakan tarif dengan Malaysia, tetapi India ini memang pintar. Karena kita mintanya disamakan dengan Malaysia, caranya mereka adalah menaikkan tarifnya Malaysia, bukan menurunkan tarif kita," kata Indrasari.

Adapun pada 2018, India merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 dan negara sumber impor ke-9 bagi Indonesia. Total Perdagangan Indonesia-India pada 2018 mencapai 18,7 miliar dolar AS, dengan ekspor Indonesia ke India sebesar 13,7 miliar dolar AS dan impor sebesar 5,0 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia surplus sebesar 8,7 miliar dolar AS.

Produk ekspor utama Indonesia ke India pada 2018 adalah batu bara sebanyak 5,37 miliar dolar AS, minyak kelapa sawit dan turunannya 3,56 miliar dolar AS, karet alam 429,2 juta dolar AS, bijih tembaga dan konsentratnya 414,9 juta dolar AS.

Baca juga: Kebijakan pungutan ekspor CPO diminta dicabut


Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019