Sebelumnya, harga telah didukung oleh berita bahwa dua negara ekonomi terbesar di dunia itu membuat beberapa konsesi dalam perang dagang mereka yang berkepanjangan.
New York (ANTARA) - Harga minyak turun sekitar satu persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah laporan media meragukan kemungkinan kesepakatan sementara perdagangan AS-China dan pertemuan aliansi OPEC+ tidak menghasilkan keputusan tentang memperdalam pengurangan pasokan minyak mentah.

Minyak tertekan lebih lanjut setelah Bank Sentral Eropa (ECB) memangkas suku bunga deposito ke rekor terendah minus 0,5 persen dari minus 0,4 persen, dan mengatakan akan memulai kembali pembelian obligasi 20 miliar euro per bulan dari November untuk menopang pertumbuhan zona euro.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 0,43 dolar AS atau 0,71 persen menjadi ditutup pada 60,38 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 0,66 dolar AS atau 1,18 persen menjadi menetap di 55,09 dolar AS per barel.

Minyak berjangka memperpanjang kerugian setelah pejabat senior Gedung Putih membantah laporan Bloomberg News bahwa Amerika Serikat sedang mempertimbangkan perjanjian perdagangan sementara dengan China, menurut CNBC.

Sebelumnya, harga telah didukung oleh berita bahwa dua negara ekonomi terbesar di dunia itu membuat beberapa konsesi dalam perang dagang mereka yang berkepanjangan.

“Kami memiliki banyak bagian yang bergerak. Kami datang dengan ECB, lalu kami melihat AS akan mencapai semacam perjanjian sementara dengan China, kemudian mereka mengatakan tidak," kata Phillip Streible, ahli strategi komoditas senior di RJO Futures di Chicago.

Baca juga: ECB pangkas suku bunga simpanan dan memulai kembali pembelian aset

"Sekarang kami hanya mengayuh mundur dan dengan hati-hati menunggu perkembangan selanjutnya di pasar, apakah itu dari data ekonomi, lebih banyak kata-kata dari OPEC, dan kami masih akan memantau persediaan secara keseluruhan."

Harga minyak juga tersandung setelah komentar dari menteri energi baru Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman bahwa pemotongan lebih dalam tidak akan diputuskan sebelum pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak yang direncanakan Desember.

Pertemuan komite pengawas pasar yang dibentuk oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang pemimpin de facto-nya Arab Saudi pada Kamis (12/9/2019), menghasilkan janji untuk menjaga negara-negara dalam kuota produksi yang mereka janjikan dalam kesepakatan pasokan global.

Sebuah pernyataan dari OPEC dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, mengatakan stok minyak di negara-negara industri tetap di atas rata-rata lima tahun. Menteri energi Oman mengatakan "prospeknya tidak terlalu bagus untuk 2020."

Pangeran Abdulaziz mengatakan Arab Saudi akan terus memotong lebih dari yang dijanjikan dalam pakta itu, yang telah mencekik pasokan dari OPEC+ sebesar 1,2 juta barel per hari.

Juga memberikan sentimen bearish, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan lonjakan produksi AS akan membuat keseimbangan pasar "menakutkan" pada 2020.

"Booming produksi serpih telah memungkinkan AS untuk mendekati dan secara singkat menyalip, Arab Saudi sebagai pengekspor minyak utama dunia ... pada Juni, setelah ekspor minyak mentah melonjak di atas tiga juta barel per hari," badan tersebut, yang memberikan saran tentang kebijakan energi kepada negara-negara industri, mengatakan dalam laporan bulanannya.

IEA yang berbasis di Paris mempertahankan ramalan pertumbuhan permintaan minyaknya untuk tahun ini dan tahun depan masing-masing sebesar 1,1 juta barel dan 1,3 juta barel per hari.
Baca juga: Harga minyak Asia meningkat, ditopang langkah meredakan perang dagang

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019