Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Daerah Metro Jaya berhasil mengungkap kasus penipuan berkedok penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang telah berlangsung sejak tahun 2010.

"Kasus berawal dari empat laporan polisi pada tahun 2015, 2016, dan 2018. Laporan tersebut berkaitan dengan penipuan penerimaan calon pegawai negeri sipil," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, di Jakarta, Selasa.

Laporan tersebut kemudian diteruskan ke Sub Direktorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg) Polda Metro Jaya yang kemudian membentuk tim untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Hasil penyelidikan mengarah kepada seseorang berinisial HB alias Bima yang tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Petugas Subdit Kamneg yang sudah mengantongi surat perintah penangkapan untuk tersangka Bima, kemudian menggerebek rumah kontrakan tersangka pada 29 Juli 2019.

"Tersangka ini kami tangkap di daerah Pulogadung itu, di rumah kontrakan, jadi tersangka ini sedang main kartu dengan temannya pada sekitar pukul 15.00 WIB," ujar Argo.
Baca juga: Polda Sulbar dalami penipuan CPNS Kemenkumham

Tersangka kemudian dibawa petugas ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan. Dalam pemeriksaan, Bima mengakui telah melakukan penipuan berkedok penerimaan CPNS sejak 2010 silam.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku menggunakan kartu pengenal Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan selalu berpakaian necis.

Modus penipuan tersangka adalah melihat daftar nama tenaga honorer di internet. Lalu menghubungi korban seolah-olah tersangka bisa membantu korbannya untuk lolos menjadi PNS.
Baca juga: Pemerintah umumkan 17 situs yang diduga tipu CPNS

Korban yang terjebak dengan iming-iming yang dijanjikan pelaku, akhirnya menyetorkan uang jaminan sebesar Rp50 juta sampai dengan Rp100 juta.

Menurut pengakuan tersangka, uang hasil penipuannya digunakan untuk berfoya-foya di kawasan hiburan malam di Jakarta.

Atas perbuatannya, pelaku akan dijerat dengan pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman pidana 4 tahun penjara.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019