Bandung (ANTARA) - Setiap orang di dunia ini, tidak ada yang bisa memilih dilahirkan oleh siapa, atau berasal dari keluarga seperti apa dan bagaimana.
Hanyalah suratan takdir yang ditetapkan Tuhan, apakah kita akan lahir dari keluarga serba berkecukupan, ataupun malah sebaliknya, yang kekurangan dan butuh perjuangan keras dalam menjalani kehidupan.
Siapa sangka, kisah penuh perjuangan dalam hidup tersimpan di balik suara penuh kepercayaan diri dari Vikram Makrif (26), seorang perantau Jambi yang merupakan lulusan S1 Sastra Indonesia Universitas Diponegoro dan kini tengah mengadu nasib di Yogyakarta.
Dalam sambungan telepon, Vikram menceritakan dirinya merupakan anak keempat dari enam bersaudara, sementara kedua orang tuanya memutuskan berpisah sejak dirinya bersekolah di tingkat sekolah dasar.
Vikram mengaku tak ingat pasti kapan ayahnya memutuskan untuk berpisah dengan ibunya, namun yang jelas sejak saat itu, sang ibu harus membanting tulang dengan berjualan bumbu palawija seperti jahe, lengkuas, kunyit dan lainnya di pasar di Jambi untuk membiayai empat anak laki-laki yang ikut dengannya, sementara sang ayah membawa serta sudara Vikram yang perempuan ke Padang.
Tak berselang lama, pasar tempat berjualan ibu Vikram bersama neneknya direvitalisasi pemerintah. Namun harga sewa los di pasar yang baru, memberatkan bagi keluarga Vikram hingga akhirnya usaha keluarga tersebut harus berakhir seiring proyek penataan tersebut.
Hal ini juga, kata Vikram, membuat keadaan ekonomi keluarga terpuruk dan berimbas pada kelangsungan pendidikan anak-anak di keluarga itu.
Walaupun dijelaskan Vikram ibunya kemudian mendapat kerja di rumah makan, tapi penghasilannya hanya cukup untuk sehari-hari. Sehingga sekolah ke jenjang lebih tinggi bagi keluarga itu, terbilang hanya angan-angan yang tak tergapai.
"Di keluarga, hanya saya yang berhasil ke tingkat kuliah. Saudara saya putus di tengah jalan sekolahnya dan kemudian langsung bekerja ikut orang," kata Vikram.
Kesempatan yang Datang
Karena keadaan ekonomi keluarga, Vikram mengaku meski dirinya, yang saat itu masih Sekolah Dasar, berkeinginan untuk lanjut bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tapi untuk bermimpi atas hal tersebut bisa tercapai saja, dia tak berani.
Namun, kesempatan itu ternyata datang secara tak terduga, yakni, ketika Vikram kelas enam di SD Negeri 31 Jambi, berkesempatan mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah di Jambi, yang digelar oleh salah satu lembaga filantropi dan kemanusiaan yang tengah menggelar sosialisasi.
Dalam cerdas cermat itu, Vikram dan timnya meraih gelar juara dan diwawancara oleh panitia terkait keadaan pendidikannya, prestasinya dan keadaan keluarganya. Kemudian di waktu itu, dia ditawari untuk ikut tes seleksi, sebagai penerima beasiswa full untuk mendapatkan pendidikan SMP dengan sistem boarding (asrama).
Setelah formulir diisi dan dilakukan tes tertulis, tes intelegensi (IQ) dan survei rumah calon peserta, Vikram akhirnya terpilih jadi salah satu dari 40 orang peserta pendidikan gratis untuk tingkat SMP dan SMA di sekolah SMART Ekselensia Indonesia di Bogor, Jawa Barat, yang jadi awal dirinya menginjakkan kaki di Pulau Jawa.
Di sekolah SMP dan SMA, Vikram termasuk siswa yang cukup berprestasi dengan rata-rata nilai masing-masing 90 dan 87, serta aktif dalam kegiatan di sekolah seperti silat.
Seiring waktu, keinginan Vikram untuk sekolah di tingkat yang lebih tinggi mulai tumbuh. Dan pada 2017, di tahun terakhir SMA-nya, dia mengincar untuk masuk ke Universitas Diponegoro jurusan Sastra Indonesia, dan masuk lewat jalur ujian mandiri.
Vikram mengatakan lembaga pemberi beasiswa sekolahnya membayarkan uang pangkal Rp6 juta dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester pertama Rp5 juta, namun semester berikutnya dia harus berusaha sendiri untuk membiayai kuliahnya.
Di semester berikutnya, cerita Vikram, berdasarkan pertimbangan kampus, dirinya mendapatkan keringanan UKT menjadi Rp1 juta per semester, dan saat yang sama dirinya juga mendapatkan pemberi beasiswa baru melalui yayasan panti asuhan Arrahman yang selain memberikan biaya kuliah sampai lulus, dia juga diberi tempat tinggal gratis, sambil membantu mengurus lele dan ayam milik donatur yayasan.
Vikram mengaku saat berkuliah di Undip, dirinya juga mengambil pekerjaan paruh waktu di warung makan sop, dan pada semester ketiga dengan uang yang terkumpul, dia bersama dua temannya memberanikan diri untuk menjajaki pengalaman bisnis, dengan berjualan pempek di kantin Fakultas Ilmu Budaya, tempat kuliahnya.
Dengan omset yang per hari disebutnya hingga Rp300 ribu, jualan kecil-kecilan itupun harus beralih melayani pesanan secara terbatas melalui daring di tahun 2020, tepat saat Indonesia diserang pandemi COVID-19 dan aktivitas di kampus harus dihentikan.
Bisnis itu, baru resmi berhenti seluruhnya ketika 2022, saat Vikram pindah ke Yogyakarta untuk mengabdi pada yayasan di sana yang telah membiayai kuliahnya.
Merintis Usaha untuk Keluarga
Di Yogyakarta, diceritakan Vikram, dirinya tinggal di fasilitas yayasan dan bekerja pengabdian di sana dengan membawa serta usaha pempeknya.
Namun karena lingkungan baru, dan kerasnya persaingan, akhirnya usaha itupun harus berhenti yang memaksanya harus mencari lagi peluang lain untuk pemasukan pribadinya.
Pada momen-momen pencarian inilah, Vikram dipertemukan dengan Program Beasiswa Wirausaha yang digagas Pegadaian berkolaborasi dengan Young Enterpreneur Academy (YEA), yang menawarkan beasiswa selama setahun untuk belajar menjadi usahawan.
Dalam program ini, para peserta disaring dari 873 pendaftar dari seluruh wilayah Indonesia menjadi 30 orang peserta yang berusia 17-25 tahun dengan pengalaman wirausaha.
Mereka, kemudian menjalani pelatihan terpusat di Pegadaian Cabang Cimahi (The Gade Women Space) selama enam bulan, dengan diberikan kurikulum seperti penjualan, digital marketing, promosi efektif, magang di para pelaku usaha, hingga membuat produk bisnis rumahan.
"Sementara enam bulan berikutnya, para peserta diminta membangun bisnis di daerahnya masing-masing," kata Vikram.
Di Cimahi, setelah menerima berbagai materi di kelas dan magang dari para pelaku wirausaha sukses di sekitaran Bandung dan Jakarta, Vikram mengaku dirinya bersama tiga peserta lainnya yakni Devi Setianingrum, Resti dan Fatir Ramadhan, membuat bisnis rumahan Bakso Yoy yang sempat diikutkan oleh Pegadaian dalam acara pameran kuliner.
Bakso Yoy ini juga yang menjadi cikal bakal dari Bakso Denwayang yang didirikannya bersama Resti dan Devi di Yogyakarta sejak April 2025 dengan berbekal pendanaan Rp5 juta dari program tersebut, sebagai modal awal untuk berjualan.
Lewat berbagai pengetahuan yang didapatkannya dalam program beasiswa itu, dan hingga sekarang masih ada pendampingan seperti soal lokasi, traffic pasar, hingga teknik promosi online dan offline, kedai Denwayang yang menawarkan bakso sapi bersama pelengkap lainnya itu, kini berdiri di Jalan Godean Yogyakarta, depan kantor Pegadaian setempat.
Meskipun masih berjualan dengan gerobak tenda di pinggir jalan dengan pembeli yang sebagiannya lesehan, Vikram mengaku Bakso Denwayang yang memiliki kisaran harga Rp10 ribu sampai Rp18 ribu, bisa terjual rata-rata 30-35 porsi setiap hari dengan periode berjualan dari 15.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.
Kini, Vikram dan kedua temannya tengah mencari unit ruko sebagai lokasi baru, guna meningkatkan kenyamanan warung baksonya. Tujuannya agar bisa buka dengan periode yang lebih lama dan pendapatan mereka juga bisa meningkat.
Mengingat, Vikram juga mengaku dirinya ingin meningkatkan perekonomian keluarga dan membawa ibunya ke Yogyakarta agar lebih terpantau.
"Saya ingin membantu perekonomian keluarga dan membuat bangga ibu. Rencana juga mau bawa ibu tinggal di Jawa biar bisa saya pantau terus kesehatan ibu yang sekarang tengah menurun kesehatannya," ucap Vikram yang juga mengharapkan program beasiswa dari Pegadaian ini bisa terus berlanjut pada masa mendatang.
Pembuka jalan

Selain ada mentor dari para pengusaha sukses seperti Jaya Setiabudi, di balik Vikram yang kini telah bisa membuka usaha Bakso Denwayang, juga ada peran Pegadaian sebagai pembuka jalan pada ribuan orang untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Hal tersebut, kata Pimpinan Cabang Pegadaian Cimahi Tri Mulyanah, sesuai dengan target perusahaan yang ingin memberikan dampak dalam mendukung pertumbuhan dan pemberdayaan masyarakat dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai usaha Pegadaian mengEMASkan Indonesia dalam kampanye #mengEMASkanindonesia.
Pembiayaan UMKM masuk dalam instrumen social loan yang berkelanjutan untuk membiayai proyek berbasis sosial, termasuk wirausaha perempuan, individu yang memiliki akses terbatas terhadap
produk/layanan/perbankan, dan pelajar. Pembiayaan social loan, sepanjang 2024 tercatat telah tersalurkan sebanyak Rp100 miliar secara nasional.
Angka ini, di luar pembiayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) bagi pelaku usaha kecil yang masih kesulitan mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan konvensional yang sepanjang 2024 mencapai Rp7 triliun lebih.
Selain soal pembiayaan, Yanah mengatakan pemberdayaan UMKM dan kaum rentan juga dilakukan pembinaan, pendampingan dan pelatihan oleh pihaknya dengan di Cimahi dilakukan pada fasilitas The Gade Women Community Center (TGWCC) dengan Gade Space dan Gade Store di Pegadaian Cimahi yang hadir sejak 2023.
Awalnya, kata Yanah, fasilitas ini memang untuk pemberdayaan kaum perempuan. Namun pihaknya ingin memberikan dampak yang lebih besar, sehingga kini dibuka untuk umum yang lebih luas dalam usaha mengembangkan diri.
"Hingga Oktober 2025, kami bisa menyatakan Gade Store telah membantu UMKM binaan kami meningkatkan penjualan hingga 40 persen. Sedangkan fasilitas Gade Space, telah memberikan dampak pada 1.219 orang yang di dalamnya termasuk peserta program Beasiswa Wirausaha itu," kata Yanah saat ditemui.
Penanggung jawab TGWCC Pegadaian Cimahi, Dwi Sujo mengungkapkan dengan memaksimalkan fasilitas Gade Space, program Beasiswa Wirausaha yang diikuti Vikram, dilahirkan oleh pegadaian berkolaborasi dengan YEA.
Dengan model program yang terdiri dari tahapan pre-starting, starting, profiting, systemizing, sampai franchising dalam usaha, program ini disebut Dwi telah mulai gelombang (batch) dua, dan telah berjalan selama tiga bulan.
Seperti gelombang sebelumnya, kata Dwi, program ini tidak memberikan modal penyertaan di luar yang telah ada di program, akan tetapi jika usaha yang dirintis para peserta membutuhkan dapat mengajukan ke Pegadaian untuk permohonan modal dengan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.
"Kami tetap memberi dukungan. Karena tujuan besar fasilitas TGWCC ini dan program di dalamnya, adalah agar UMKM memiliki toko dan ekosistemnya, sehingga tidak tergantung pada marketplace, kemudian menciptakan pengusaha yang berintegritas yang tak hanya berjualan namun jadi pebisnis. Serta juga mengenalkan pegadaian pada masyarakat," tutur Dwi.
Vikram dengan tekadnya yang kuat untuk mengenyam pendidikan hingga sampai titik membuka usaha walau harus merantau jauh dari ibundanya, mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah dan tetap berusaha untuk menggapai mimpi, walau terasa sulit.
Karena, dengan tekad yang diperkuat niatan tulus seperti yang dimiliki Vikram, walaupun lambat tetap akan membuka jalan kita satu per satu menggapai cita-cita yang didambakan.
