Karena keadaan ekonomi keluarga, Vikram mengaku meski dirinya, yang saat itu masih Sekolah Dasar, berkeinginan untuk lanjut bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tapi untuk bermimpi atas hal tersebut bisa tercapai saja, dia tak berani.
Namun, kesempatan itu ternyata datang secara tak terduga, yakni, ketika Vikram kelas enam di SD Negeri 31 Jambi, berkesempatan mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah di Jambi, yang digelar oleh salah satu lembaga filantropi dan kemanusiaan yang tengah menggelar sosialisasi.
Dalam cerdas cermat itu, Vikram dan timnya meraih gelar juara dan diwawancara oleh panitia terkait keadaan pendidikannya, prestasinya dan keadaan keluarganya. Kemudian di waktu itu, dia ditawari untuk ikut tes seleksi, sebagai penerima beasiswa full untuk mendapatkan pendidikan SMP dengan sistem boarding (asrama).
Setelah formulir diisi dan dilakukan tes tertulis, tes intelegensi (IQ) dan survei rumah calon peserta, Vikram akhirnya terpilih jadi salah satu dari 40 orang peserta pendidikan gratis untuk tingkat SMP dan SMA di sekolah SMART Ekselensia Indonesia di Bogor, Jawa Barat, yang jadi awal dirinya menginjakkan kaki di Pulau Jawa.
Di sekolah SMP dan SMA, Vikram termasuk siswa yang cukup berprestasi dengan rata-rata nilai masing-masing 90 dan 87, serta aktif dalam kegiatan di sekolah seperti silat.
Seiring waktu, keinginan Vikram untuk sekolah di tingkat yang lebih tinggi mulai tumbuh. Dan pada 2017, di tahun terakhir SMA-nya, dia mengincar untuk masuk ke Universitas Diponegoro jurusan Sastra Indonesia, dan masuk lewat jalur ujian mandiri.
Vikram mengatakan lembaga pemberi beasiswa sekolahnya membayarkan uang pangkal Rp6 juta dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester pertama Rp5 juta, namun semester berikutnya dia harus berusaha sendiri untuk membiayai kuliahnya.
Di semester berikutnya, cerita Vikram, berdasarkan pertimbangan kampus, dirinya mendapatkan keringanan UKT menjadi Rp1 juta per semester, dan saat yang sama dirinya juga mendapatkan pemberi beasiswa baru melalui yayasan panti asuhan Arrahman yang selain memberikan biaya kuliah sampai lulus, dia juga diberi tempat tinggal gratis, sambil membantu mengurus lele dan ayam milik donatur yayasan.
Vikram mengaku saat berkuliah di Undip, dirinya juga mengambil pekerjaan paruh waktu di warung makan sop, dan pada semester ketiga dengan uang yang terkumpul, dia bersama dua temannya memberanikan diri untuk menjajaki pengalaman bisnis, dengan berjualan pempek di kantin Fakultas Ilmu Budaya, tempat kuliahnya.
Dengan omset yang per hari disebutnya hingga Rp300 ribu, jualan kecil-kecilan itupun harus beralih melayani pesanan secara terbatas melalui daring di tahun 2020, tepat saat Indonesia diserang pandemi COVID-19 dan aktivitas di kampus harus dihentikan.
Bisnis itu, baru resmi berhenti seluruhnya ketika 2022, saat Vikram pindah ke Yogyakarta untuk mengabdi pada yayasan di sana yang telah membiayai kuliahnya.
Merintis Usaha untuk Keluarga
