Jakarta (ANTARA) - Badan Karantina Indonesia (Barantin) melakukan sejumlah upaya mitigasi, termasuk audit investigasi, guna merespon isu keamanan pangan, terkait pembatasan ekspor sarang burung walet ke China.
Deputi Bidang Karantina Hewan Barantin Sriyanto mengatakan pemerintah China melalui General Administration of Customs of the People's Republic of China/ GACC (Administrasi Umum Kepabeanan Republik Rakyat Tiongkok), saat ini menerapkan batas maksimal kandungan aluminium dalam produk sarang burung walet Indonesia, sebagai salah satu faktor keamanan pangan yang mutlak untuk dipenuhi yaitu sebesar 100 mg/kgm (ppm – part per million).
"Tentu ini sangat merugikan Indonesia, karena sebenarnya ketentuan tersebut belum disepakati oleh pemerintah Indonesia sebagai mitra dagang utamanya dalam produk sarang burung walet," ujar Sriyanto dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Akibat standar batas tersebut, lanjut Sriyanto, 11 perusahaan dalam negeri telah dikenai sanksi oleh GACC berupa penghentian sementara izin ekspor produk sarang burung walet ke China.
Ia menyampaikan, standar batas maksimal tersebut diterapkan oleh pemerintah China dalam rangka memberikan jaminan atas isu keamanan pangan dengan metode generalisasi dan belum disepakati oleh pemerintah Indonesia.
"Pemerintah melalui Barantin, sesuai arahan Kepala Barantin Sahat M Panggabean, terus mendorong penyelesaian permasalahan tersebut, kita juga melakukan dua langkah strategis yaitu penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang," kata Sriyanto.
Lebih lanjut, penyelesaian jangka pendek dilakukan melalui audit investigasi keamanan pangan pada pemrosesan produk sarang burung walet dan mengkoordinasikan hasil kesimpulan audit kepada GACC.
