Bandung (ANTARA) - Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mendorong agar jajarannya membangun budaya sadar risiko dalam setiap kebijakan, program, maupun aktivitas pembangunan untuk mencapai tata kelola yang lebih cermat, siap menghadapi kemungkinan, dan bertanggung jawab.
Farhan menilai setiap kebijakan dari pemerintah bisa memiliki risiko sehingga harus diwaspadai mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai evaluasi.
“Budaya risiko bukan tentang rasa takut, tetapi soal ketelitian dan kesiapan. Dengan manajemen risiko yang baik, kita bisa mencegah masalah baru di masa depan, termasuk potensi masalah hukum,” kata Farhan dalam siaran persnya, Rabu.
Farhan juga menegaskan pentingnya kesinambungan dalam program-program unggulan seperti Kang Pisman, Buruan Sae, dan Dapur Dahsat.
Tiga program yang berfokus pada masyarakat ini perlu saling terhubung untuk mendukung ketahanan pangan, manajemen limbah, dan peningkatan kualitas lingkungan.
“Program ini tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Harus simultan, karena ujungnya bisa membantu kita menangani masalah besar seperti TBC dan stunting,” jelasnya.
Farhan juga menyoroti pengelolaan pemerintah kota Bandung telah menunjukkan hasil yang baik, namun masih perlu perbaikan.
Di sisi lain, Inspektur Kota Bandung Dharmawan mengungkapkan bahwa manajemen risiko seharusnya bukan hanya suatu proses administratif, melainkan juga perlu menjadi bagian dari budaya kerja baru di Pemkot Bandung.
“Manajemen risiko adalah budaya yang proaktif, cerdas, dan berani berinovasi. Para pimpinan perangkat daerah harus menjadi motor penggerak transformasi budaya ini, sekaligus pemilik risiko di unit kerjanya masing-masing,” pungkasnya.
