Bandung (ANTARA) - Di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), sastra tak hanya hidup di ruang kelas. Kadang, ia menyapa secara tiba-tiba, lantang menggetarkan suasana di tengah keramaian.
Setahun lalu, tradisi membaca puisi di tengah keramaian yang konon sempat populer di kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran (Unpad), kembali dihidupkan.
Inisiatif ini lahir dari kolaborasi dua program kerja, FIBerbudaya dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB dan Mimbar Puisi dari Himpunan Mahasiswa (Hima) Sastra Indonesia. Keduanya bergabung dan melahirkan nama baru FIBerbudaya x Mimbar Puisi dengan misi khusus untuk melestarikan kembali budaya lama.
FIBerbudaya dikenal sebagai hari ketika mahasiswa FIB mengenakan pakaian tradisional, modern, atau identitas khas prodi masing-masing, digelar rutin sebulan sekali. Sementara, Mimbar Puisi adalah agenda yang menghadirkan pembacaan puisi bertema, biasanya bertepatan dengan peringatan hari besar.
Kolaborasi keduanya melahirkan FIBerbudaya x Mimbar Puisi, konsep yang memadukan identitas budaya dengan ekspresi sastra melalui aksi spontan membaca puisi di tengah keramaian.
Konsepnya memang sederhana, namun mengagetkan. Secara tiba-tiba, tanpa pengumuman atau pembawa acara, sekelompok mahasiswa yang telah dibagi ke beberapa titik lokasi dan waktu yang berbeda, menggemakan puisi dengan lantang di tengah kerumunan.
Kantin menjadi titik awal semuanya bermula. Lokasi ramai yang menampung semua jenis mahasiswa dari yang serius makan, antre bayar, bahkan yang asyik berbincang mendadak terhenti sejenak ketika seorang mahasiswa naik kursi dan langsung membacakan puisi dengan lantang. Reaksi pengunjung beragam, walaupun kebanyakan kaget, dari yang kaget sambil tetap mengunyah makanan, kaget tetap lanjut antre bayar, hingga yang tertegun sambil lanjut mendengarkan.
Setelah pembacaan pertama selesai, dilanjut oleh mahasiswa lain dari pojok meja, lalu dari arah pintu masuk, dan seterusnya. Aksi spontan ini diakhiri dengan tepuk tangan meriah dan teriakan "Hidup Perempuan!" dari para mahasiswa yang berada di sana, sesaat mengubah suasana kantin yang biasanya riuh menjadi panggung sastra dadakan.
Usai dari kantin, tim "deklarator dadakan" ini melanjutkan aksinya ke teras dan pelataran gedung. Konsepnya tetap sama, membaca puisi tanpa permisi dengan suara menggema yang membuat orang-orang menoleh dan penasaran.
Kolaborasi antara FIBerbudaya dan Mimbar Puisi membuktikan bahwa puisi tak harus selalu disuarakan di panggung formal. Konsep pembacaan puisi tiba-tiba ini unik mirip dengan flashmob. Bedanya, kalau flashmob biasanya orang nyanyi atau joget, kalau di FIB orangnya baca puisi. Sama-sama bikin kaget, sama-sama bikin ramai, tapi kalau ini ada citarasa sastranya yang dibawa.
Kegiatan ini membuktikan bahwa sastra dapat hidup di mana saja, bahkan di tengah-tengah obrolan dan aroma soto ayam. Jadi, jika suatu hari Anda sedang berada di kantin FIB Unpad dan tiba-tiba mendengar suara puisi menggelegar, jangan kaget. Itu bagian dari cara mahasiswa FIB dalam melestarikan budaya sastra.
