Antarajabar.com - Ratusan petani Kabupaten Indramayu melakukan aksi damai di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Rabu, dalam aksinya mereka menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Indramayu yang dibangun di lahan pertanian warga.
"Pembangunan PLTU 2 telah mengurangi bahkan menghilangkan lahan mata pencaharian kami," kata salah seorang perwakilan Petani Kabupaten Indramayu, Wahyu.
Dalam aksi damai tersebut, para petani yang menjadi warga terdampak pembangunan PLTU 2 Indramayu tersebut akan mengawal sidang pertama gugatan izin lingkungan PLTU 2 Indramanyu.
"Kami sengaja datang dari indramayu hanya ingin mendengarkan dan menyaksikan langsung proses persidangan gugatan pembangunan PLTU 2," kata dia.
Alasan para petani melakukan gugatan tersebut dikarenakan PLTU itu berpotensi menjadi ancaman bagi penurunan kualitas udara yang bisa meningkatkan risiko kesehatan bagi warga sekitar, khususnya anak-anaknya.
Selain itu, kata Wahyu, para penggugat merupakan tulang punggung keluarga yang kehilangan mata pencahariannya karena lahan garapan telah dijual oleh pemilik lahan untuk pembangunan PLTU Indramayu 2 x 1000 MW.
Aksi damai yang diikuti oleh ratusan petani ini dikawal ketat oleh pihak kepolisian kota Bandung.
Sementara itu, Staf advokasi WALHI Jawa Barat, Wahyudin Iwang menambahkan pencemaran laut dan udara akan bertambah setelah beroperasinya PLTu 1 Indramayu sejak tahun 2010 lalu.
Berdasarkan hasil laporan pengelolaan dan pemantauan (RKL-RPL) periode 2010-2016 PLTU 1 Indramayu eksisting tercatat setidaknya 5 logam berat telah melampaui baku mutu air laut seperti seng, tembaga, cadmium dan 1 senyawa kimia seperti fenol.
Hal in, menurut dia, menunjukan telah terjadi perubahan rona awal paska beroperasi PLTU 1 Indramayu.
"Sementara AMDAL PLTU 2 Indramayu disusun pada tahun 2010 sebelum beroperasinya PLTU 1 Indramayu, artinya AMDAL tersebut tidak dapat lagi digunakan karena tidak bisa mewakili kondisi rona awal saat ini," kata dia.
Ia menuturkan pada bagian menimbang terdapat peraturan perundangan yang sudah tidak berlaku tetapi masih digunakan misalnya, UU 7/2004 tentang sumberdaya air yang telah dibatalkan pada februari tahun 2015 dan PP 18/1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yangtelah digantikan dengan PP 101/2014 tentang hal yang sama.
"Hal ini memperlihat kesan bahwa izin dikeluarkan tidak cermat dan asal sehingga cacat hukum," kata Wahyudin Iwang.
Seperti kita ketahui, umumnya pembangkit listrik PLTU Batubara membuang energi dua kali lipat dari energi yang dihasilkan. Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton CO2 per tahun.
Produksi CO2 yang dihasilkan PLTU Batubara ditentukan oleh beberapa variable seperti jenis teknologi, jenis batubara dan lain lain.
Kebijakan pemerintah disektor energi dengan membangun PLTU-PLTU baru bertentangan dengan komitmen pemerintah kita untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Ratusan Petani Indramayu Tolak Pembangunan PLTU
Rabu, 2 Agustus 2017 17:32 WIB