Dihapusnya hibah bantuan pondok pesantren oleh Gubernur Dedi Mulyadi inj mencuat pertengahan April 2025 lalu. Hibah bantuan untuk pondok pesantren yang awalnya telah ditetapkan di APBD Jawa Barat tahun anggaran 2025 sebesar Rp153 miliar melalui penetapan APBD secara bersama-sama Penjabat Gubernur Bey Mahmudin dengan DPRD Jawa Barat pada 8 November 2024 lalu.
Akan tetapi, anggaran itu tiba-tiba dihapus setelah Dedi Mulyadi menjabat Gubernur. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 membuat Dedi Mulyadi melakukan koreksi total terhadap nomenklatur bantuan hibah untuk pondok pesantren, madrasah, yayasan keagamaan dan masjid yang sebesar Rp153 miliar dengan menguranginya secara drastis.
Yakni, hanya memberikan bantuan untuk Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jabar untuk dukungan MTQ/STQ/MQK sebesar Rp9 miliar dan untuk Yayasan Mathlaul Anwar Kampung Ciaruteun Udik RT 002/002, Cibungbulang, Ciaruteun Udik, Kabupaten Bogor untuk perbaikan ruang kelas sekolah keagamaan/pesantren senilai Rp250 juta.
Sempat muncul harapan hibah untuk pondok pesantren tersebut akan dialokasikan kembali di APBD Perubahan tahun 2025 oleh Dedi Mulyadi, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono, akhir April 2025 lalu.
Ono menyampaikan, kepastian akan dimasukkannya kembali bantuan untuk pondok pesantren ini disampaikan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Kepala Bappeda Jawa Barat, besarannya sekitar Rp135 miliar untuk yayasan pesantren dan Rp9 miliar untuk masjid, namun ini tidak terjadi.
Selain soal dana hibah pesantren, Fraksi PDIP melakukan sikap politik yang cukup keras karena menilai kebijakan pengendalian alih fungsi lahan dan penataan UMKM yang dilakukan Pemprov Jabar tidak diimbangi dengan rencana relokasi yang jelas, serta cenderung tebang pilih.
"Bangunan mewah milik pengusaha yang melanggar peruntukan justru dibiarkan, sementara PKL digusur tanpa solusi konkret," ucap Ono.
Selain itu, kata Ono, Fraksi PDIP menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi belum menjalankan prinsip kolaboratif berbasis pentahelix, yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media.
Meski demikian, Fraksi PDIP tetap menghargai keputusan fraksi lain yang menyetujui Raperda Perubahan APBD 2025 dengan harapan ke depannya proses penganggaran bisa berjalan lebih baik.
"Kami berharap penyusunan RAPBD 2026 nanti, dilakukan secara teknokratis, partisipatif, dan politis, dengan waktu pembahasan yang cukup dan melibatkan semua pemangku kepentingan," tutur Ono.
