Jakarta (ANTARA) - Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memandang dampak konflik Iran-Israel terhadap nilai tukar rupiah sejauh ini relatif terbatas di mana rupiah masih bergerak pada kisaran Rp16.200-Rp16.300 per dolar Amerika Serikat (AS).
“Kalaupun ada pelemahan, pelemahannya masih relatif tipis. Pergerakan rupiah kita masih di kisaran level Rp16.300-an (per dolar AS). Kalau saya lihat ada support di level Rp16.244. Sementara kalau untuk resisten terdekat, saya lihat itu ada di Rp16.328,” kata Myrdal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Myrdal mengatakan, saat ini fokus para pelaku pasar lebih mengarah pada hasil rapat bank sentral yang akan diumumkan pada pekan ini, dalam hal ini termasuk The Fed dan Bank Indonesia (BI).
Selain itu, pasar juga menantikan kepastian arah kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mengingat tenggat waktu negosiasi tarif semakin dekat.
Secara keseluruhan, Myrdal menilai bahwa dampak terhadap capital flow atau aliran modal di pasar keuangan relatif terbatas selama konflik di Timur Tengah tersebut hanya melibatkan dua pihak saja, yakni antara Iran dan Israel.
“Saya melihat untuk dampak dari perang Israel-Iran tidak banyak berpengaruh terhadap pasar keuangan kita, termasuk juga di pasar FX (valuta asing) ataupun pergerakan rupiah terhadap dolar,” ujar dia.
Di pasar surat utang negara, Myrdal mencatat bahwa imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun saat ini sudah berada di level sekitar 6,75 persen, masih relatif di bawah 7 persen atau tidak terlalu tinggi.
Sedangkan di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga masih berada di atas 7.100. Hal ini mengindikasikan dampak konflik Iran-Israel terhadap pasar saham domestik masih minim.
“Dan tentu para pelaku pasar sekarang sedang berfokus pada momentum pembagian dividen, termasuk juga rapat moneter BI besok,” ujar Myrdal.
Hal senada juga disampaikan Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana saat dihubungi secara terpisah. Selama beberapa hari terakhir, catat Fikri, dampak konflik Iran-Israel terhadap nilai tukar rupiah relatif terbatas, tercermin dari nilai tukar rupiah yang stabil di kisaran Rp16.200 hingga Rp16.300-an per dolar AS.
Namun, konflik ini dinilai memengaruhi persepsi risiko secara keseluruhan yang terlihat dari meningkatnya credit default swap (CDS) Indonesia untuk tenor 1 hingga 10 tahun, mencerminkan naiknya kewaspadaan investor terhadap risiko.
“Jadi mungkin ini yang membuat ada sedikit kehati-hatian dari para investor global. Mereka bisa dikatakan meminta sebagai bumper dari risiko global yang meningkat pada saat ini. Walaupun sebenarnya, kalau secara fundamental tidak ada masalah terhadap rupiah ataupun yang jadi benchmark USD Index-nya,” kata Fikri.
Apabila ketegangan Iran-Israel ke depan tidak terlalu tinggi, ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada pada level antara Rp16.250-16.350 per dolar AS hingga akhir pekan atau hingga dua pekan ke depan.
Sebaliknya, apabila konflik Iran-Israel berkepanjangan hingga melebihi satu minggu atau jika ketegangan berkembang menjadi sangat tinggi, maka situasi ini menimbulkan risiko tidak hanya terhadap rupiah tetapi juga bagi semua emerging market termasuk aset kelas yang lainnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom: Dampak konflik Iran-Israel terhadap rupiah relatif terbatas