Ketegasan
Tragedi longsor tambang galian C di Gunung Kuda Cirebon, yang menewaskan sejumlah pekerja, menjadi titik balik kebijakan pertambangan di Jabar.
Pemprov Jabar memastikan seluruh aktivitas tambang di kawasan itu dihentikan secara permanen menyusul pelanggaran berulang terhadap aspek keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengemukakan, lokasi tambang yang dikelola oleh sebuah koperasi pondok pesantren itu sejak awal tidak memenuhi standar keamanan kerja.
Tiga tahun lalu, ia mengaku telah mengingatkan agar kegiatan penambangan di kawasan tersebut dihentikan karena terlihat membahayakan.
Sejak dilantik sebagai gubernur pada Februari 2025, Dedi telah menerapkan moratorium terhadap seluruh perizinan tambang, termasuk tidak memperpanjang izin-izin yang telah habis masa berlakunya.
Kebijakan ini diberlakukan untuk menekan risiko kecelakaan kerja, serta mengurangi kerusakan lingkungan di wilayah rawan.
Tambang milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah, yang izinnya berlaku hingga November 2025, termasuk yang akhirnya dicabut izinnya setelah insiden tragis ini.
Selain tambang tersebut, dua lokasi lain yang dikelola oleh yayasan berbeda juga dihentikan operasionalnya secara permanen.
Pemerintah juga berkomitmen melakukan pemulihan kondisi lingkungan sekitar, termasuk sungai yang terdampak aktivitas tambang di Gunung Kuda, serta menanggung aspek sosial bagi keluarga korban.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat Bambang Tirto Yuliono menjelaskan, pengelola tambang di Gunung Kuda telah melanggar kewajiban administratif sejak 2024.
