Bandung (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian HAM Jawa Barat segera memfinalkan rekomendasi atas kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum dokter PPDS di RSHS Bandung, hasil koordinasi dengan Ombudsman Jabar, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Dinas Kesehatan Jabar.
"Dalam waktu dekat Kementerian HAM Jabar akan segera memfinalkan rekomendasi kasus RSHS atas koordinasi dengan berbagai pihak," kata Kepala Kanwil Kementerian HAM Jabar Hasbullah Fudail di Bandung, Jumat.
Hasbullah menjelaskan pada koordinasi yang dilaksanakan dalam sepekan terakhir, berbagai pihak tersebut, telah menindaklanjuti kasus ini dan juga kasus terkait oknum dokter lainnya di Jawa Barat, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Ombudsman sesuai tugasnya, lanjut Hasbullah, menerima dan menindaklanjuti laporan mengenai dugaan malaadministrasi dalam pelayanan publik, melakukan pemeriksaan, dan memberikan rekomendasi perbaikan.
"Dari hasil pertemuan dengan Ombudsman Perwakilan Jawa Barat terdapat informasi, data-data dan fakta yang baru yang saling melengkapi dan sangat berguna serta menjadi rujukan dalam pembuatan analisis serta rekomendasi penanganan. Seluruh data, informasi dan fakta yang didapatkan dari Ombudsman Jawa Barat dihimpun Kanwil Kementerian HAM sebagai bentuk kolaborasi penanganan kasus," kata dia.
Beberapa tahapan, langkah, mekanisme dan prosedur selanjutnya terhadap penanganan dugaan pelanggaran HAM akan dilakukan dan dipedomani oleh Kanwil Kementerian HAM Jabar, termasuk dengan menghimpun data, informasi dan fakta dari pihak pihak lainnya agar dapat menghasilkan analisa, rekomendasi dan solusi dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM untuk selanjutnya dilaporkan pada Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM.
Dalam koordinasi dengan IDI Jawa Barat, kata Hasbullah, bertujuan untuk mengetahui pandangan dan kewenangan mereka sebagai bahan informasi dalam merumuskan sebuah rekomendasi untuk kepentingan pihak-pihak terkait, khususnya pada kasus kekerasan seksual yang sudah terjadi, sekaligus menyampaikan proses yang telah dilakukan oleh Kanwil HAM Jabar dalam mengumpulkan informasi.
"Ini dalam rangka membangun kolaborasi dan sinergi untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM melalui kegiatan sosialisasi dan penguatan HAM kepada profesi Dokter ke depan, yang juga memiliki peran penting sebagai pelayan HAM kepada masyarakat terutama hak atas kesehatan, berperan melindungi dan memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai prosedur dan kode etik, serta pelayanan yang layak," katanya.
IDI Jabar, dikatakan Hasbullah, sangat mengapresiasi langkah yang telah dilakukan Kanwil HAM Jabar untuk koordinasi, serta telah turun langsung mengawal kasus kekerasan seksual oleh dokter PPDS di RSHS Bandung, maupun pelecehan seksual oleh dokter kandungan di Garut, yang disebut telah mencoreng profesi dokter, melanggar kode etik serta prosedur kedokteran, dan dikhawatirkan menimbulkan berkurangnya kepercayaan masyarakat.
IDI, lanjut dia, sudah melakukan upaya pengumpulan informasi dan berkoordinasi dengan KKI beserta Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Kemudian menyampaikan bahwa status keanggotaan dan pemberian advokasi serta izin dokter yang bersangkutan sudah dicabut oleh Kemenkes.
"Atas kasus ini, tentunya ke depan IDI akan melakukan upaya-upaya pengawasan dan pembinaan yang lebih intens dalam menjaga kode etik profesi dokter terutama kepada anggota IDI, dan harapannya Kanwil HAM Jabar dapat ikut berperan dalam memberikan penguatan HAM nantinya," ucapnya.
Sementara dalam koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, kata dia, disimpulkan bahwa mereka tidak memiliki keterlibatan secara langsung dengan RSHS Bandung, karena tanggung jawab rumah sakit tersebut bersifat vertikal dan merupakan instansi pemerintah di bidang kesehatan yang mendapatkan pengawasan langsung oleh Kementerian Kesehatan.
"Hubungan antara RSHS dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat hanya sebatas kerjasama program dan pelayanan. Sedangkan untuk pertanggungjawaban bersifat preventif/pencegahan lebih mengarah kepada mengingatkan, perbaikan mental tidak hanya pendidikan," tuturnya.
Hasil dari koordinasi dengan berbagai pihak ini, tambah dia, selanjutnya akan menjadi rekomendasi yang ditujukan utamanya pada aparat penegak hukum sebagai pertimbangan pemutusan perkara.
"Sehingga aparat penegak hukum bisa menjadikan rekomendasi ini sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara dan juga vonis yang akan dijatuhkan," katanya menambahkan.