Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) pascaperjanjian perdagangan antara AS dengan Inggris.
Selain itu, apresiasi dolar AS juga didukung data US Initial Jobless Claims untuk pekan yang berakhir pada 2 Mei 2025 mengalami penurunan menjadi 228 ribu dari 241 ribu dari minggu sebelumnya, yang mencerminkan pasar tenaga kerja masih relatif ketat.
“Namun demikian, pergerakan rupiah cenderung sideways (mendatar) setelah pembukaan akibat investor yang masih mengantisipasi pertemuan AS-Tiongkok pada akhir pekan,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Melansir Anadolu Agency, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS dan Inggris telah mencapai kesepakatan perdagangan. Kesepakatan tersebut terkait serangkaian perjanjian perdagangan yang telah dinegosiasikan selama pekan pekan terakhir.
Dengan begitu, Inggris akan mengurangi berbagai hambatan non tarif terhadap produk ekspor AS yang bernilai miliar dolar, termasuk daging sapi, etanol, hingga produk pertanian lainnya.
Inggris juga disebut akan mempercepat proses bea cukai barang-barang Amerika, sehingga ekspor dari Negeri Paman Sam segera memperoleh persetujuan sangat cepat.
Perjanjian negara antara kedua negara itu memberikan keuntungan bagi Amerika, antara lain dalam hal peluang pendapatan lima miliar dolar AS bagi eksportir, dan tambahan enam miliar dolar AS dari kebijakan tarif universal AS sebesar 10 persen.
Adapun Inggris dinyatakan bisa mengirim 100 ribu mobil ke AS dengan tarif dasar awal 10 persen, mesin Rolls Royce, serta suku cadang untuk pesawat terbang dapat diekspor dari Inggris ke AS tanpa tarif.