Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci besaran tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025.
Dalam Taklimat Media di Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) di Jakarta, Selasa, Sri Mulyani menjelaskan besaran tukin diperoleh dari selisih nilai tukin pada kelas jabatan dengan nilai tunjangan profesi sesuai jenjang.
Sebagai contoh, bila seorang guru besar menerima tunjangan profesi sebesar Rp6,74 juta dan nilai tukin untuk jabatan setara eselon II pada Kemendiktisaintek Rp19,28 juta, maka nilai tukin yang diterima oleh guru besar tersebut sebesar Rp12,54 juta.
“Jadi, bukan memilih. Tukinnya juga tidak sama dengan tukin Kemendiktisaintek yang struktural, yang sudah ditetapkan berdasarkan kepentingan. Tapi, tukinnya adalah perbedaan antara yang sudah diterima dari tunjangan profesi dengan tukinnya,” kata Sri Mulyani.
Sementara, bila tunjangan profesi yang diterima oleh dosen lebih besar daripada nilai tukin, maka yang diberikan adalah tunjangan profesi, tanpa mengurangi dengan nilai tukin.
“Kalau tunjangan profesi lebih tinggi, sementara tukinnya lebih rendah, tidak berarti bahwa dosen yang bersangkutan tukinnya menjadi negatif. Kalau tunjangan profesi yang diterima lebih besar, maka nilainya tetap. Kalau tunjangan profesi lebih kecil, kami tambahkan,” jelas Menkeu.
Skema tukin itu diberikan kepada dosen aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari tiga kelompok, yakni satuan kerja (satker) perguruan tinggi negeri (PTN), satker PTN badan layanan umum (BLU) yang belum menerima remunerasi, serta lembaga layanan (LL) Dikti.
Total penerima yaitu sebanyak 31.066 dosen ASN, dengan rincian 8.725 dosen satker PTN, 16.540 dosen satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi, dan 5.801 dosen LL Dikti.