Jakarta (ANTARA) - Kasus suap Ketua PN Jaksel atau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, terungkap dari pengembangan kasus dugaan suap penanganan perkara Ronald Tannur di PN Surabaya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa pada awalnya, penyidik mencium adanya indikasi suap pada putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah.
“Ada dugaan tidak murni putusan ontslag itu,” katanya dikutip di Jakarta pada Minggu.
Baca juga: Kasus suap Ketua PN Jaksel, Kejagung periksa dua hakim
Baca juga: Kasus suap Ketua PN Jaksel: Kejagung sita uang hingga mobil mewah
Baca juga: Ketua PN Jaksel jadi tersangka kasus suap Rp60 miliar
Lalu, dalam penggeledahan terkait kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di PN Surabaya, didapatkan adanya informasi terkait dugaan suap di PN Jakarta Pusat.
“Ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” katanya.
Sebagai informasi, MS merupakan seorang advokat yang mendampingi tersangka korporasi dalam kasus korupsi CPO tersebut.
Usai didapatkan informasi terkait MS, penyidik pun menggeledah sejumlah tempat di Jakarta maupun luar Jakarta dan memeriksa beberapa saksi.
Pada akhirnya, penyidik menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua PN Jaksel.
Adapun tersangka MAN terlibat saat menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan bahwa penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR selaku advokat memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada MAN diduga sebesar Rp60 miliar.