Sebelum tindakan, pasien diminta mencukur rambut untuk meminimalkan risiko infeksi. Head frame dipasang di kepala untuk menentukan titik stimulasi di otak. Selanjutnya, dilakukan CT scan yang digabungkan dengan hasil MRI untuk penentuan lokasi pemasangan elektroda secara akurat.
Setelah itu, elektroda DBS dipasang di area target otak, yaitu globus pallidus internus (GPI) untuk penderita distonia atau thalamus medial untuk sindrom tourette. Selama operasi, pasien tetap sadar agar dokter dapat mengevaluasi efek stimulasi secara langsung.
Pasien akan menjalani perawatan inap selama 3-5 hari untuk pemantauan kondisi. DBS akan diaktifkan dua minggu setelah pemasangan untuk memastikan hasil yang optimal.
“Distonia memiliki peluang sembuh lebih tinggi dibandingkan dengan sindrom Tourette yang terkait dengan faktor psikologis. Namun, DBS tetap membantu meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan,” kata Dr Made.
DBS juga dapat ditinjau secara secara berkala jika efeknya mulai berkurang. Selain itu, ia berpesan agar pasien tetap menjalani terapi dan kontrol rutin untuk memastikan bahwa stimulasi terapi DBS yang diberikan tetap optimal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengenal terapi DBS untuk penderita distonia dan sindrom tourette