Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan dua tersangka dalam kasus lahan Kebun Binatang Bandung, yakni Ketua Pembina pada Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung (tahun 2022-sekarang) S dan Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung RBB, selama 20 hari ke depan.
"Pada tanggal 25 November 2024 setelah melakukan pemeriksaan selama sekitar 6 jam penyidik Kejati Jabar menetapkan S dan RBB sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 hari sejak 25 November 2024 sampai tanggal 14 Desember 2024," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar Nur Sricahyawijaya di Bandung, Selasa.
Cahya menerangkan bahwa lahan Kebun Binatang Bandung yang berlokasi di Jl. Kebun Binatang No. 6 seluas ± 139.943 m², dan di Jl. Kebun Binatang No. 4 seluas ± 285 m², merupakan Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota Bandung yang diperoleh dari pembelian jual beli sebanyak 12 bidang dan satu bidang dari tukar menukar yang telah tercatat di dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) model A pada Pemerintah Kota Bandung Tahun 2005.
Lahan yang dimaksud tersebut telah dimanfaatkan lahannya oleh Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sejak tanggal 30 November 2007, namun kini pemanfaatan lahan dengan sewa menyewa itu telah berakhir dan tidak ada perpanjangan pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa.
"Namun setelah berakhirnya sewa menyewa lahan Kebun Binatang, oleh Yayasan Margasatwa Tamansari tetap memanfaatkan lahan Kebun Binatang tersebut tanpa ada setoran ke kas daerah milik Pemerintah Kota Bandung. Sehingga setelah perjanjian berakhir pada tanggal 30 November 2007, Yayasan Margasatwa Taman Sari telah menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemkot Bandung tersebut secara tanpa hak," katanya.
Cahya menerangkan berdasarkan Akta Notaris bulan Mei 2017, kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung tersebut, tersangka S sebagai anggota pembina dan tersangka RBB sebagai Sekretaris II, dan Ketua Pengurus John Sumampauw. Pada Tahun 2017 sampai Tahun 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan Tersangka RBB yaitu sebesar Rp6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi/keluarga dari John Sumampauw.
Dia melanjutkan, pada tanggal 21 Januari 2022, terjadi penggantian kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung di mana sebagai Ketua Pembina adalah tersangka S dan sebagai Ketua Pengurus adalah tersangka RBB, yang mempunyai tupoksi dalam setiap tindakan baik ke luar maupun ke dalam atas nama mewakili Yayasan atau Pengurus harus ada persetujuan dari Ketua Pembina.
Sejak kepengurusan tersangka S dan tersangka RBB, kata dia, seharusnya pemanfaatan lahan tersebut harus disetor ke kas daerah Pemkot Bandung, namun dari tahun 2022 sampai 2023 tersebut, Yayasan Margasatwa Tamansari tidak pernah membayar uang pemanfaatan lahan ke kas daerah Pemkot Bandung, sehingga mengakibatkan pendapatan dari pemanfaatan Kebun Binatang milik Pemkot Bandung berkurang.
"Akibat perbuatan tersangka S tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp25 miliar," ucapnya.
Kerugian Rp25 miliar itu, terdiri dari Nilai Sewa Tanah, Nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Perjanjian Sewa lahan milik Pemkot Bandung yang dilakukan oleh tersangka S Tahun 2022 sebesar Rp16 miliar.
Kemudian penerimaan uang sewa dari John Sumampauw sebesar Rp5,4 miliar. Dan pembayaran PBB tahun 2022 sampai 2023 sebesar Rp3,5 miliar. "Sementara akibat perbuatan tersangka RBB, diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp600 juta, karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka dari John Sumampauw," ujarnya.
Kepada para tersangka, tambah Cahya, Penyidik Kejati Jabar mengenakan pasal Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dan Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pada tanggal 25 November 2024 setelah melakukan pemeriksaan selama sekitar 6 jam penyidik Kejati Jabar menetapkan S dan RBB sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 hari sejak 25 November 2024 sampai tanggal 14 Desember 2024," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar Nur Sricahyawijaya di Bandung, Selasa.
Cahya menerangkan bahwa lahan Kebun Binatang Bandung yang berlokasi di Jl. Kebun Binatang No. 6 seluas ± 139.943 m², dan di Jl. Kebun Binatang No. 4 seluas ± 285 m², merupakan Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota Bandung yang diperoleh dari pembelian jual beli sebanyak 12 bidang dan satu bidang dari tukar menukar yang telah tercatat di dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) model A pada Pemerintah Kota Bandung Tahun 2005.
Lahan yang dimaksud tersebut telah dimanfaatkan lahannya oleh Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sejak tanggal 30 November 2007, namun kini pemanfaatan lahan dengan sewa menyewa itu telah berakhir dan tidak ada perpanjangan pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa.
"Namun setelah berakhirnya sewa menyewa lahan Kebun Binatang, oleh Yayasan Margasatwa Tamansari tetap memanfaatkan lahan Kebun Binatang tersebut tanpa ada setoran ke kas daerah milik Pemerintah Kota Bandung. Sehingga setelah perjanjian berakhir pada tanggal 30 November 2007, Yayasan Margasatwa Taman Sari telah menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemkot Bandung tersebut secara tanpa hak," katanya.
Cahya menerangkan berdasarkan Akta Notaris bulan Mei 2017, kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung tersebut, tersangka S sebagai anggota pembina dan tersangka RBB sebagai Sekretaris II, dan Ketua Pengurus John Sumampauw. Pada Tahun 2017 sampai Tahun 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan Tersangka RBB yaitu sebesar Rp6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi/keluarga dari John Sumampauw.
Dia melanjutkan, pada tanggal 21 Januari 2022, terjadi penggantian kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung di mana sebagai Ketua Pembina adalah tersangka S dan sebagai Ketua Pengurus adalah tersangka RBB, yang mempunyai tupoksi dalam setiap tindakan baik ke luar maupun ke dalam atas nama mewakili Yayasan atau Pengurus harus ada persetujuan dari Ketua Pembina.
Sejak kepengurusan tersangka S dan tersangka RBB, kata dia, seharusnya pemanfaatan lahan tersebut harus disetor ke kas daerah Pemkot Bandung, namun dari tahun 2022 sampai 2023 tersebut, Yayasan Margasatwa Tamansari tidak pernah membayar uang pemanfaatan lahan ke kas daerah Pemkot Bandung, sehingga mengakibatkan pendapatan dari pemanfaatan Kebun Binatang milik Pemkot Bandung berkurang.
"Akibat perbuatan tersangka S tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp25 miliar," ucapnya.
Kerugian Rp25 miliar itu, terdiri dari Nilai Sewa Tanah, Nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Perjanjian Sewa lahan milik Pemkot Bandung yang dilakukan oleh tersangka S Tahun 2022 sebesar Rp16 miliar.
Kemudian penerimaan uang sewa dari John Sumampauw sebesar Rp5,4 miliar. Dan pembayaran PBB tahun 2022 sampai 2023 sebesar Rp3,5 miliar. "Sementara akibat perbuatan tersangka RBB, diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp600 juta, karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka dari John Sumampauw," ujarnya.
Kepada para tersangka, tambah Cahya, Penyidik Kejati Jabar mengenakan pasal Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dan Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.