Madinah (ANTARA) - Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberikan kuota haji kepada Indonesia pada musim haji 2024/1445 Hijriah sebanyak 241 ribu orang yang terdiri dari 213.320 haji reguler, 27.680 haji khusus, dan sekitar 45 ribu di antaranya merupakan jamaah lanjut usia.
Untuk pelaksanaannya, sejumlah hal-hal teknis sudah dipersiapkan secara matang jauh hari sebelumnya, termasuk salah satunya penyiapan katering jamaah. Kebutuhan konsumsi jamaah haji menjadi perhatian serius dari Pemerintah Indonesia.
Sebab, jamaah Indonesia yang sebagian besar belum pernah bepergian ke luar negeri, serta tak terbiasa dengan makanan luar negeri, akan menjadi tantangan tersendiri.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Agama ingin agar jamaah Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan aman, nyaman serta memperoleh asupan makanan yang baik. Makanan adalah sumber energi yang akan membantu jamaah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji.
Pemerintah telah menunjuk puluhan jasa penyedia layanan katering untuk menyediakan makanan setiap hari. Makanan yang disiapkan harus bercita rasa Nusantara. Bahkan, tak tanggung-tanggung sekitar 70 ton bumbu didatangkan langsung dari Indonesia. Bumbu-bumbu tersebut disebar untuk diolah oleh puluhan perusahaan katering yang ditunjuk pemerintah.
"Katering yang ditunjuk adalah perusahaan yang memiliki sertifikat terbaik dalam penyediaan konsumsi," ujar Kepala Daerah Kerja Madinah, Ali Machzumi.
Higienitas
Pada Senin (20/5) hingga Selasa (21/5) dini hari Waktu Arab Saudi, Tim Media Center Haji (MCH) berkesempatan untuk melihat langsung proses produksi makanan sejak bahan baku hingga makanan siap disajikan kepada jamaah haji.
Peninjauan pertama, di penyedia katering Bahar Har. Tim MCH disambut langsung Kepala Eksekutif Chef yang merupakan orang Indonesia, Sapiyatin.
Pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, ini langsung mengajak tim melihat dapur. Guna menjaga kondisi steril, setiap orang wajib mengenakan masker.
Area untuk pengolahan daging, sayur, dan bumbu dilakukan di tempat berbeda. Pemisahan tempat pengolahan itu bertujuan agar tidak saling terkontaminasi. Begitu pula dengan tempat pendingin, semua bahan masakan disimpan di tempat-tempat terpisah.
Setiap pegawai juga harus mengenakan sarung tangan khusus, penutup kepala, masker, dan sepatu yang dilapisi penutup khusus. Langkah itu juga untuk meminimalisir agar tak ada kontaminasi terhadap bahan masakan.
Katering Bahar Har ini menjadi satu di antara 21 penyedia jasa layanan konsumsi yang mendapat kontrak di Madinah. Sementara di Makkah ada sekitar 47 jasa layanan katering. Semuanya akan menyediakan makanan bagi jamaah sebanyak tiga kali per harinya.
Sapiyatin mengemukakan, dapur Bahar Har mampu menyediakan 9.000 makanan (pagi, siang, malam) untuk jamaah yang ada di Madinah. Menu-menunya pun bervariasi tiap waktunya, agar jamaah tidak bosan.
Dalam satu kotak makan, komposisinya yakni nasi dan dua macam lauk pauk, minuman dan buah-buahan. Pengemasan makanan dilakukan melalui boks yang dilapisi aluminium foil. Dengan begitu ketika sampai di hotel, makanan bisa kembali dihangatkan lewat alat penghangat khusus.
Dapur tersebut memiliki pekerja sebanyak 90 orang yang didominasi pekerja asal Indonesia. Mereka menyebar, ada yang bertugas di dapur, mengantar makanan ke hotel-hotel, dan berjaga di hotel.
Usai peninjauan di dapur Bahar Har, Tim MCH kemudian bergerak ke dapur Meiz Mary yang letaknya dekat dengan Jabal Uhud atau ke arah utara dari Masjid Nabawi.
Sama seperti Bahar Har, Chef Eksekutifnya berasal dari Indonesia, yakni Wan Abdurahman.
Semua bahan masakan ditempatkan terpisah antara ruang pengolahan dan penyimpanan. Semua dilakukan dengan hati-hati.
Dapur sudah mulai sibuk sejak pukul 20.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Ada yang memotong rempah-rempah, mencuci beras, dan kegiatan lainnya yang terkait dengan prapengolahan.
Sementara pengemasan makanan dilakukan sejak pukul 02.00 WAS (untuk makanan pagi). Sementara siang pada pukul 08.30 WAS, dan makan malam pukul 14.00 WAS. Sebelum didistribusikan makanan diuji kualitas. Jika tidak memenuhi standar maka produksi akan dihentikan sementara dan diganti dengan bahan yang baru.
Uji kualitas
Setelah makanan dikemas, uji kualitas dilakukan berkali-kali. Makanan yang telah diuji di dapur, kembali diuji di Kantor Urusan Haji Indonesia (KUHI) di Madinah dalam bentuk makanan boks siap makan.
KUHI ini merupakan kantor pusat penyelenggaraan ibadah haji di Madinah. Sampel makanan kembali dicek apakah telah sesuai standar yang ditetapkan. Jika makanan dinilai aman dikonsumsi maka boleh didistribusikan ke hotel-hotel yang menjadi pemondokan jamaah.
Uji sampel di Daker (Daerah Kerja) juga dilakukan secara berkala, baik untuk makan pagi, siang, dan malam. Dapur wajib mengantarkan sampel makanan jauh sebelum waktu pendistribusian ke jamaah.
Ketika dirasa aman, makanan pun kemudian didistribusikan ke hotel-hotel dan nantinya akan kembali disimpan dalam alat penghangat khusus hingga waktu makan tiba.
Kendati demikian, demi menjaga kualitas, jamaah juga mesti memperhatikan batas waktu maksimum makanan tersebut harus dikonsumsi.
Makanan pagi diberi batas waktu konsumsi hingga pukul 09.00 WAS, makan siang 16.00 WIB, dan malam pada pukul 21.00 WAS. Apabila melebihi batas waktu tersebut, petugas menyarankan kepada jamaah untuk tidak mengonsumsinya, khawatir kualitas menurun.
Khusus untuk jamaah lansia, makanan tentu dibedakan. Mereka akan mendapat makanan yang mudah dikunyah dan dicerna. Jamaah lansia biasanya diberikan bubur maupun nasi tim dengan cita rasa khas Nusantara.
Setiap dapur, akan menyediakan 20 persen makanan untuk lansia. Dapur satu dengan dapur lain menyajikan menu yang berbeda, tapi dengan cita rasa khas Indonesia.
Dengan penyediaan makanan yang telah dijamin sejak di hulu sampai hilir, diharapkan dapat menjadi energi bagi jamaah haji dalam menunaikan setiap rangkaian ibadah di Tanah Suci.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengintip dapur untuk kebutuhan jamaah haji Indonesia
Menilik dapur untuk kebutuhan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci
Oleh Asep Firmansyah Rabu, 22 Mei 2024 12:20 WIB