Ia juga sempat belajar ke ulama Betawi lainnya, seperti Habib Usman dan Habib Ali Kwitang, sebelum akhirnya menikahi putri Mama Sempur dan mendirikan sebuah pesantren di Pandeglang. Tak lama di sana, ia diminta untuk kembali ke Kampung Cibogo, Cibarusah.
Dia lantas mendirikan Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat di Cibogo pada 1938. Banyak orang Pandeglang, Banten, yang ikut hijrah untuk belajar ke Al-Baqiyatus Sholihat setelah pesantren itu didirikan.
Mama Cibogo sehari-hari fokus di pesantren. Banyak pengajian yang tidak hanya diperuntukkan bagi santri-santrinya. Setiap Selasa pagi dibuka pengajian bagi ustadz atau kiai kampung. Rabu untuk orang-orang lanjut usia, Jumat pagi untuk kalangan ibu, dan Ahad untuk umum.
Selain beraktivitas sebagai pemuka agama dan pemimpin pesantren, ia juga berprofesi sebagai wirausahawan. Mama Cibogo banyak menulis, produksi, dan menjual berbagai kitab saat hendak mendirikan pesantren. Ia juga memproduksi berbagai kebutuhan masyarakat, seperti kecap dan jamu yang uang hasil jualannya digunakan untuk membiayai pesantren.
Mama Cibogo wafat pada usia 63 tahun, tepatnya 26 Muharram 1395 atau 7 Februari 1975, dengan meninggalkan 40 anak serta empat istri. Jenazahnya dishalatkan langsung oleh KH Noer Ali. Kini di Kabupaten Bekasi dikenal memiliki dua patok. Di sebelah utara ada KH Noer Ali dan selatan ada Mama Cibogo.
Karya Ma'mun Nawawi
KH. Raden Ma'mun Nawawi dikenal punya kebiasaan menukil kitab. Sebanyak 63 kitab yang ia tulis lantaran rajin membaca karya ulama terdahulu dan kemudian dinukil untuk menjadi referensi. Ia banyak menulis kitab dengan aksara Arab berbahasa Sunda.
Beberapa hasil karya tulisannya adalah Hikayat al-Mutaqaddimin, Kasyf al-Humum wal Ghumum, Majmu'at Da'wat, Risalah Zakat, Syair Qiyamat, Risalah Syurb ad-Dukhan, I'aanatur Rofiiq Fii Tarjami Sullamuttaufiiq, dan Mahasinul Khutbah.
Spektrum - Menanti persetujuan Gelar Pahlawan Nasional ulama pejuang asal Bekasi
Oleh Pradita Kurniawan Syah Jumat, 14 April 2023 10:30 WIB